Jembatan Eks Jalur Kereta Saketi-Bayah, Riwayatmu Kini

Romusha

Masyarakat sedang meniti jembatan kereta api Lebak di area Pasar Saketi. Candra Dewi

BINGAR.ID – Menapaki rel kereta api di sekitar stasiun, membawa langkah saya sampai ke sebuah jembatan kereta api, setinggi 11 meter dengan panjang bentangan hingga 160 meter, di area yang tak jauh dari Pasar Saketi.

Lokasi ini tak banyak diketahui orang, karena berada di belakang bangunan toko-toko Pasar Saketi. Hanya sebuah gang kecil selebar 1 meteran, yang menjadi “pintu” menuju jembatan tersebut. Sampah-sampah pasar yang bertumpuk juga, seolah menutupi area tersebut, sehingga agak sulit dilihat dari Jalan Raya Saketi – Malingping.

Baca Juga : 100 Ribu Romusha Meninggal, Jadi Saksi Bisu Kejamnya Jalur Kereta Saketi-Bayah

Hanya orang-orang setempat atau yang sengaja menelusurinya seperti saya yang bisa menemukan tempat tersebut. Sebagai informasi, saat sudah tidak difungsikan oleh PT Kereta Api Indonesia, jembatan itu dipergunakan oleh masyarakat Desa Kadudampit, yang hendak menuju pasar Saketi, yang berada di Desa Saketi atau sebaliknya.

Dengan menggunakan jembatan itu, waktu tempuh dari Kadudampit ke pasar menjadi lebih singkat, namun warga hanya bisa mengaksesnya dengan berjalan kaki, itu pun harus berhati-hati, karena jembatan itu menjulang setinggi 11 meter dari dasarnya.

Baca Juga : Menilik “Jalan Menuju Neraka” Saketi-Bayah, Jadi Bukti Kejamnya Kerja Paksa

Disebut sebagai jembatan rel kereta api Lebak Saketi, jembatan ini adalah saksi bisu penderitaan para romusha saat membangun jalur rel kereta api Saketi – Bayah. Soalnya daerah itu, adalah area pembuangan jenazah para romusha, yang tewas saat pembangunan jalur tersebut.

Jenazah Romusha dilemparkan begitu saja, dari atas jembatan menuju jurang yang menganga di bawahnya. Tak ada prosesi pemakaman yang layak bagi para Romusha kala itu, karena jenazahnya dibiarkan membusuk dan dimakan hewan buas, yang berdiam di dasar jurang hingga akhirnya musnah.

Baca Juga : Hidden Gem Tinggalan Belanda di Seputaran Perkotaan Pandeglang 2

Kini area jurang tersebut sudah berubah menjadi pemukiman penduduk, yang sebagian wilayahnya masuk ke Desa Saketi dan sebagiannya lagi masuk ke Desa Kadudampit

Memandangi dasar jurang dari ketinggian 11 meter, mata saya bisa menangkap atap-atap rumah penduduk. Pucuk pohon kelapa dan pohon lainnya terlihat jelas dari jembatan ini, sehingga kita bisa membayangkan betapa tingginya posisi jembatan itu dari dasar tanah. Karena itulah saya bisa membayangkan bagaimana ngerinya lokasi tersebut di masa lalu, sebab jurang yang sangat dalam.

Saat saya mencoba meniti balok-balok rel, yang terbersit adalah perasaan takut jatuh yang sangat kuat. Butuh keseimbangan yang baik, untuk meniti balok-balok besi rel dari ketinggian 11 meter tersebut. Berbeda dengan masyarakat setempat yang langkah kakinya terlihat santai saja saat melintasinya karena memang sudah terbiasa.

Baca Juga : Bermula Dari Pintu Palang Kereta Api, Kini Dikenal Dengan Sebutan “Sodong Pintu”

Usep, masyarakat setempat yang saya temui di jembatan mengaku tidak tahu sejarah kelam jalur tersebut. Ia hanya mendengar cerita tentang kereta api yang melintasi area itu dari orang tuanya.

Namun ia berharap jalur tersebut bisa diaktifkan, atau setidaknya bisa dirawat agar menjadi peninggalan sejarah yang diketahui oleh orang-orang muda seperti dirinya. (Tamat)

Penulis : Chandra Dewi

Reporter Bingar.id

Berita Terkait