PANDEGLANG, BINGAR.ID – Sodong Pintu atau dalam Bahasa Sunda disebut Sodong Panto adalah sebuah nama kampung di Desa Sodong, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang. Namanya yang unik membuat kami tertarik. Apalagi, zaman dulu, daerah ini terkenal sebagai salah satu daerah rawan begal di Pandeglang. Lalu, bagaimana asalnya daerah tersebut dinamai Sodong Pintu? Nah ikuti penelusuran bingar.id kali ini.
Mula-mula bingar.id tiba di lokasi yang terletak di pinggir Jalan Raya Labuan. Mata kami tertuju pada sebuah plang yang isinya menerangkan bahwa lokasi tersebut adalah milik PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Langsung terbetik di pikiran kami, apakah nama kampung tersebut berasal dari lokasi pintu kereta api ? Berlandaskan pemikiran itu, kami pun berjalan mencari pintu palang kereta api di sekitar plang tersebut. Namun keberadaan pintu atau bekasnya tak jua kami temukan.
Baca Juga : Proyek Reaktivasi Kereta Api di Pandeglang Belum Ada Kejelasan
Akhirnya kami berinsiatif bertanya pada masyarakat sekitar. Adalah Elis (63), yang rumahnya berada di sekitar plang PT KAI, membenarkan bahwa nama kampungnya disebabkan karena ada pintu palang kereta api disana.
Namun kata dia, saat ini, pintu kereta api di Sodong sudah hampir lenyap. Hanya tinggal nama dan sisa besi Genta kereta api saja. Sebagai informasi, Genta adalah alat berbentuk tabung besi ukuran besar yang biasa dipasang di pinggir pintu palang kereta dan berbunyi kencang memberi peringatan bahwa kereta akan lewat.
Agar kami bisa membayangkan bagaimana pintu kereta api di Sodong dulu, Elis pun memandu kami untuk melihat langsung sisa Genta yang ternyata berada di samping rumah tetangganya yang kosong.
Baca Juga : Lempar Batu ke Kereta Api Bisa Dipenjara Seumur Hidup
Rasa prihatin langsung menyergap batin kami saat melihat sisa Genta kereta api itu teronggok begitu saja. Sebagian besar badan Genta sudah karatan dimakan usia. Bagian atasnya yang seperti topi caping pak tani dan memiliki bel pemukul yang berbunyi nyaring sudah lenyap.
Tanda sinyal kereta berupa bulatan warna merah juga sudah copot entah kapan. Tak terbaca tulisan apapun di Genta karena seluruh bagiannya tertutup karat tebal dan menyisakan onggokan besi serupa tabung kosong melompong.
Padahal, Genta biasanya berdiri gagah di pos pintu perlintasan kereta api. Tingginya lebih dari satu meter dan memiliki berbagai fungsi. Diantaranya sebagai alat komunikasi antara stasiun kepada Penjaga Pintu Perlintasan (PJL).
Jadi bunyi Genta ternyata mengandung kode tertentu sebagai pemberitahuan kepada penjaga pintu palang perlintasan bahwa sesaat lagi akan ada kereta api melintas di perlintasan yang dijaganya. Bunyinya beraneka ragam sesuai dengan isi pesannya. Misalnya ada bahaya maka Genta akan mengeluarkan 5 rangkaian bunyi.
Bac Juga : Begini Perkembangan Reaktivasi Kereta Api Rangkasbitung-Labuan
Mirisnya, warga setempat ternyata tidak tahu kalau benda karatan itu adalah peninggalan sejarah. Khususnya yang berusia muda saat saya tanya apakah mengenal Genta, mereka tak bisa menjawab. Yang usianya setengah abad lah yang bisa menerangkan. Itupun tak tahu namanya. Mereka hanya tahu besi inilah yang berbunyi “neng nong neng nong” saat kereta akan lewat.
” Ya kalau udah ada suara neng nong neng nong kita minggir jangan main dekat dekat rel takut kelindes kereta,” ujar mereka sambil tertawa.
Ibu Elis yang bersama kami terlihat menggangguk- angguk tanda setuju. Ia kemudian menerangkan, posisi pintu palang kereta api dulu melintang memotong Jalan Raya Labuan Pandeglang saat ini.
“Soalnya arah relnya menuju stasiun di Kampung Sayani dan rutenya nggak sejajar sama rute mobil Jalan Raya Labuan tapi memotong rute mobil. Makanya dibuat pintu palang agar mobil yang lewat jalan raya Labuan nggak tabrakan sama kereta yang mau ke stasiun Sodong,” terang perempuan lulusan sekolah guru di Rangkasbitung tersebut.
Dari buku kereta anak bangsa diketahui, rel kereta api di Sodong termasuk dalam jalur kereta api jurusan Labuan – Rangkasbitung. Jalur ini dibuka tanggal 18 Juni 1906 dan ditutup pada tahun 1984. Saat awal beroperasi kereta yang digunakan menggunakan mesin uap dengan bahan bakar kayubakar. Oleh karena itu di sejumlah stasiun disediakan menara air untuk keperluan pengisian ketel uap kereta api.
Dari pantauan kami, di sepanjang rel antara Sodong pintu hingga stasiun di Kampung Sayani Desa Sindanghayu, Kecamatan Saketi saat ini sudah berdiri ratusan rumah permanen maupun semi permanen. Banyak besi rel yang sudah tak terlihat lagi sehingga sekilas tak akan ada yang tahu bila di lokasi itu pernah ada jalur kereta yang sibuk. Oleh karena itu, tak heran bila banyak anak muda hanya mengenal daerah itu sebagai Sodong Pintu tanpa mengetahui asal usul penamaan kampungnya tersebut. (Candra Dewi)