PANDEGLANG, BINGAR.ID – Seorang anggota DPRD Kabupaten Pandeglang, harus berurusan dengan hukum. Soalnya, dia diduga melakukan pelecehan seksual terhadap gadis yang tinggal tak jauh dari kediamannya.
Aksi itu dilaporkan oleh orang tua korban pada bulan April 2022 lalu. Namun laporan itu baru diproses pada Senin (21/11/2022). Keluarga korban dan terduga pelaku pun dipertemukan di ruang Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Pandeglang, Senin (21/11/2022).
Baca juga: Butuh Blueprint Perlindungan Anak yang Konkret dan Komprehensif
Pukul 11.30 WIB, fasilitasi itu selesai, ditandai dengan keluarganya anggota legislatif itu dari ruangan Unit PPA. Namun dia enggan memberi komentar apapun dan memilih bergegas masuk ke mobil.
Kanit PPA Polres Pandeglang, IPDA Akbar juga belum mau memberi keterangan. Dia mengaku akan ke Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari).
Sementara Ibu korban saat dihubungi via sambungan telepon menceritakan, kejadian itu bermula saat bulan April 2022. Saat itu, anak dan cucunya mengantarkan pesanan makanan ke rumah terduga pelaku yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Mengingat istri pelaku merupakan langganannya. Tiba di rumah pemesan, korban disuruh ke dalam untuk menemui istri pelaku.
Baca juga: KPA Sebut Pandeglang Darurat Kejahatan Terhadap Anak
“Pas masuk, ternyata tidak ada siapa-siapa. Terus pelaku menanyakan harga pesanan berapa? Anak saya jawab Rp75.000. Lalu pelaku masuk ambil uang dan ngasih Rp100 ribu. Karena tidak ada kembaliannya, terus pelaku bilang ambil saja kembaliannya sambil mengusap kebagian dada anaknya,” jelasnya.
Tidak sampai di situ, pelaku melakukan hal yang sama saat anaknya sedang mengambil sendal keponakannya. Bagian dada putrinya itu kembali menjadi sasaran. Tak ayal hal itu membuat anaknya kaget.
“Saat pulang dia nangis. Saya kira berantem dengan kakaknya. Tapi akhirnya dia curhat ke saya kalau dia ngaku dilecehkan. Saya sempat enggak percaya, tapi anak saya sampai bersumpah kalau dilecehkan oleh pelaku,” kenangnya.
Baca juga: Selama Pandemi, Kasus Kekerasan Anak di Pandeglang Meningkat
Berbekal hasil visum, sehari kemudian keluarga korban membuat laporan ke Polisi. Saat itu mereka didampingi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Akan tetapi urung didampingi dengan alasan anaknya sudah berusia 18 tahun sehingga tidak masuk kategori pendampingan KPAI.
“Dari situ saya nagis, bingung kepada siapa berlindung dan saya sempat tertekan,” keluhnya.
Upaya mediasi sempat dilakukan pelaku beberapa bulan lalu. Namun saat itu tidak ada titik penyelesaian.
“Sempat ada mediasi dari pelaku. Kami dipertemukan disalah satu rumah makan di Pandeglang. Tapi tidak ada kejelasan. Pelaku hanya minta maaf. Kalau maaf, saya terima. Tapi saya tidak mau kasus ini selesai di sini. Proses hukum harus berlanjut,” tegasnya. (Ahmad)