Bentengan, Jejak Militer “Saudara Tua” di Pandeglang

Bentengan

Bentengan atau bunker peninggalan Jepang di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang. Candra Dewi

BINGAR.ID – Kendati hanya sebentar menjajah, jejak militer Jepang di Indonesia tersebar di banyak tempat, salah satunya di Banten. Apalagi berdasarkan catatan sejarah, Banten adalah salah satu dari tiga tempat yang pertama kali didatangi oleh pasukan tentara “Saudara Tua” itu.

Tercatat pada 1 Maret 1942, atau 3 tahun sebelum negara kita merdeka, kapal kapal pasukan ke-16 tentara Kekaisaran Jepang melempar sauh di Teluk Banten, Eretan Wetan, Indramayu,Jawa Barat, dan di Kragan, Jawa Tengah.

BACA JUGA : Menelusuri Jejak Tangan Kanan Soeharto Di Cigeulis

Oh ya, istilah saudara tua adalah istilah yang digaungkan oleh Kekaisaran Jepang saat datang ke negara negara di Asia Tenggara. Mereka menyebut dirinya begitu untuk menarik simpati dan membangun kedekatan dengan para pembesar negara. Tentu saja dengan iming iming akan membantu memerdekakan diri dari penjajahan Belanda dan Inggris.

Padahal, di belakang, Jepang melakukan upaya tersebut untuk memperkuat pertahanan mereka di wilayah Indo – Asia pasca meletusnya perang antara Jepang dengan Amerika setelah pangkalan militer Amerika di Pearl Harbour, Hawai di bom oleh pasukan kamikaze Jepang pada 1941.

Khawatir dengan kepungan Amerika dan sekutunya terhadap negaranya, Jepang mengambil langkah taktis dengan merebut kekuasaan terhadap negara negara di Asia Tenggara yang selama ini dikuasai oleh Belanda dan Inggris yang merupakan sekutu dari Amerika Serikat.

BACA JUGA : Bermula Dari Pintu Palang Kereta Api, Kini Dikenal Dengan Sebutan “Sodong Pintu”

Tidak menunggu lama, pasukan tentara kekaisaran Jepang begitu mendarat di Teluk Banten langsung bergerak menuju Batavia atau sekarang disebut Jakarta dan berhasil menguasai kota hanya dalam waktu 4 hari saja.

Menggenggam Batavia, pasukan Jepang masih belum puas sehingga merangsek ke area sekitarnya yaitu ke Bogor dan akhirnya mengumumkan kemenangannya atas dua kota tersebut sekaligus melengserkan Belanda yang selama ini menjadi penguasa disana.

Serentak, di hari yang sama dengan pendaratan pasukan ke-16 di Banten, di area Jawa Barat tepatnya di Bandung, Jepang juga mengumumkan kemenangannya, setelah beberapa tahun sebelumnya terlebih dahulu menguasai Pulau Sulawesi,Kalimantan serta Sumatera.

Dengan kondisi itu bisa dikatakan Indonesia saat itu bagai lepas dari mulut harimau namun masuk ke mulut buaya. Lepas dari penjajahan Belanda dan kembali terjebak dengan penjajahan Jepang karena iming-iming Jepang untuk membantu kemerdekaan Indonesia ternyata hanyalah tipuan belaka.

BACA JUGA : Agrowisata Seluas 3.000 Meter di Tengah Kota Tangerang

Maka, untuk menyokong kekuasaannya, selain mengeruk kekayaan alam Indonesia, Jepang juga membangun pertahanan di sejumlah area yang dianggap rawan terhadap serangan musuh diantaranya di area area pesisir. Termasuk salah satunya di pesisir Banten.

Jejak pertahanan militer Jepang itu masih bisa kita lihat hari ini di beberapa tempat salah satunya di Kabupaten Pandeglang, tepatnya di pesisir Pantai Teluk, Desa Teluk, Kecamatan Labuan.

Jejak militer Jepang itu terlihat jelas dengan adanya bunker bunker pertahanan Jepang yang kini berdiri kokoh diantara karang karang laut di lokasi tersebut. Tak cuma satu, di lokasi tersebut ada 4 bangunan bunker sehingga bisa dikatakan bahwa lokasi tersebut adalah salah satu pangkalan militer Jepang saat itu.

BACA JUGA : Jembatan Eks Jalur Kereta Saketi-Bayah, Riwayatmu Kini

Bunker pertahanan yang dibuat dari beton cor bertulang dengan campuran batu kerakal dan semen ini berdiri di atas karang-karang laut yang menurut masyarakat setempat dahulu lokasi tersebut adalah daratan pinggir pantai atau pesisir. Namun karena gerusan air laut, daratan itu makin lama makin menghilang dan hanya menyisakan karang-karang saja.

Saat saya datang ke sana, kondisi air laut sedang pasang sehingga 3 buah bunker terendam air laut hingga bagian atapnya. Oleh karena itu saya tidak bisa melihat dengan jelas bentuk dan struktur utuh dari bangunan tersebut.

Namun dari keempat bunker saya menandai bahwa dua bunker yang letaknya sejajar memiliki bentuk yang sama yaitu persegi panjang dengan bagian yang menghadap daratan terlihat memiliki area terbuka semacam bukaan ventilasi dengan ukuran lebar.Sayang saya tidak bisa melihat bagian dari bunker itu yang menghadap ke arah lautan.

Untuk satu bungker yang lokasinya paling jauh dari daratan saya hanya bisa melihat bagian atapnya saja yang terlihat memanjang. Bangunan itu memiliki struktur unik semacam bulatan di bagian atapnya. Saya menduga itu adalah dudukan atau tumpuan dari meriam karena biasanya pangkalan militer Jepang memiliki meriam sebagai salah satu senjata untuk menghalau kapal musuh yang datang.

BACA JUGA : Kemenhub Siapkan Rp150 Miliar untuk Warga Terdampak Reaktivasi Kereta Api di Pandeglang

Nah, beruntung, satu bunker yang letaknya lebih dekat dengan daratan bisa saya lihat dengan jelas. Bangunan yang seluruhnya dibuat dari beton cor itu memiliki dua ruangan. Ruangan pertama adalah pintu dengan selasar yang membawa kita menuju ruangan kedua yang berbentuk kotak. Di area ini ada dua buah jendela berbentuk kotak berukuran kecil di bagian samping kirinya.

Agak menempel di bangunan itu, ada satu struktur di bawah jendela berbentuk persegi panjang yang kondisinya saat ini sudah terlepas dari bangunan utama dan jatuh ke laut sehingga saya tidak bisa memastikan struktur itu tadinya terpasang di sebelah mana.

Tapi, dikutip dari artikel di laman website Kemdikbud, bunker bunker Jepang biasanya tidak hanya berguna untuk pertahanan saja. Namun ada yang difungsikan sebagai bunker pengintaian, dan juga bunker perlindungan dari serangan udara.

Bunker untuk mengintai biasanya dilengkapi dengan jendela bidik di mana tentara terutama yang bertugas sebagai penembak runduk, bisa memasukkan moncong senapannya dan menembak musuh dari jauh. Masih dari laman website yang sama, diketahui bila bunker bunker yang berada di pesisir Teluk Banten hingga ke area selat Sunda, dibangun karena lokasi tersebut dinilai Jepang sebagai lokasi yang rawan terhadap serangan musuh.

Salah satu tinggalan pangkalan militer Jepang dengan skala yang relatif besar saat ini dan masih bisa kita saksikan adalah di pulau Sanghyang yang masuk ke wilayah Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang.

Di lokasi itu ada 8 bunker, sisa-sisa meriam, barak militer, hingga bekas helipad dan rel besi untuk tempat sandar kapal amfibi Jepang. Pangkalan militer Jepang di Pulau Sanghyang itu dibangun oleh romusha, karena terdapat prasasti bertuliskan “genju min romusha no hi” yang artinya semua romusha hari ini harus mematuhi aturan yang ditetapkan.

BACA JUGA : Setelah Baca Ini, Jangan Lagi Buang Cangkang Telur!

Bunker di pulau Sangiang inilah yang diduga sebagai induk bunker bunker di sepanjang pesisir Utara Pantai Banten termasuk yang ada di Pandeglang.

Kembali ke bunker di Desa Teluk, Kacung, nelayan setempat yang saya temui di lokasi itu mengaku tidak tahu kapan bunker bunker itu dibangun. Tapi dari penuturan orang tuanya itu terjadi di jaman penjajahan Jepang.

“Nggak cuma di kampung ini, bunker yang sama juga ada di Kampung Lampe, Desa Cigondang, Kecamatan Labuan,”katanya sambil menambahkan masyarakat setempat menyebut bunker tersebut dengan istilah bentengan. Kata dia, konon ada terowongan yang menyambungkan bunker-bunker itu. Namun masyarakat tak berani menelusurinya karena lokasinya yang berada di laut sehingga rawan dan membahayakan.

“Dulu seingat saya waktu masih kecil bentengan ini nggak di laut banget kayak sekarang, tapi agak di pinggir di daratan gitu. Nah lama-lama daratannya kena ombak akhirnya lokasi ini jadi ada di laut seperti sekarang,”pungkasnya.

Ucapan Kacung tentang istilah bentengan itu senada dengan kata benteng yang menurut kamus besar Bahasa Indonesia artinya adalah struktur bangunan yang fungsinya sebagai tempat berlindung atau bertahan dari serangan musuh. Jadi pas sekali dengan tujuan Jepang melakukan pembangunan bunker tersebut di area pesisir Banten.

Sayang, kini benteng dan bunker peninggalan Jepang di Desa Teluk dan Cigondang tersebut sepertinya tidak mendapat perhatian dari pemerintah setempat karena kondisinya yang tidak terawat. Tidak hanya itu, di lokasi tersebut juga tidak ada plang cagar budaya sehingga benda tinggalan sejarah tersebut rawan dirusak atau mungkin dihilangkan.

Untuk bentengan yang ada di Desa Cigondang bahkan saat ini berada di pekarangan Villa milik masyarakat. Bunker di lokasi tersebut terbilang istimewa karena memiliki ruangan bawah tanah yang saat ini kondisinya memprihatinkan karena tergenang air.

Semoga kedepan ada campur tangan pemerintah untuk menjaga benda peninggalan tersebut karena benda itulah saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia melawan dan melepaskan diri dari tirani penjajahan. (Chandra Dewi)

Berita Terkait

Berita Terbaru