Pengadaan Vaksin Berpotensi Timbulkan Korupsi dan Benturan Kepentingan

KPK

Selain potensi kerugian keuangan negara, terjadi juga potensi benturan kepentingan. (VOI)

JAKARTA, BINGAR.ID – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lili Pintauli Siregar mengungkap adanya potensi kerugian keuangan negara dalam program pengadaan vaksin virus Covid-19. Selain potensi kerugian keuangan negara, menurutnya, terjadi juga potensi benturan kepentingan.

Dia mengatakan, dua hal tersebut sempat dibahas dalam pertemuan antara komisioner dan Deputi Pencegahan KPK dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi bersama Menteri BUMN Erick Thohir pada Jumat, 8 Januari 2021 lalu.

“Kajian yang kita lakukan adalah, ada beberapa catatan kita kalau kemudian potensi permasalahan ditemukan. Nah, potensi kerugian negara, tentu itu pertama sekali karena kita bicara tentang tindak pidana korupsi,” katanya seperti yang dikutip dari Merdeka, Jumat (15/1/2021).

Baca juga: Sepanjang 2020, 109 Orang Ditetapkan Tersangka Korupsi

Namun Lili belum bersedia merinci potensi kerugian keuangan negara yang dimaksud. Dia hanya menyebut, vaksin yang dibeli masih ada kemungkinan gagal uji klinis dan tidak dapat digunakan.

Selain itu, ada kemungkinan terjadinya banyak persoalan dalam pengadaan vaksin ini. Salah satunya adalah soal distribusi. Lili mengatakan, berdasarkan keterangan yang dia terima, vaksin dimasukkan ke dalam cooler lalu dibawa ke tingkat provinsi.

“Kalau keluar dari cooler itu, dia sudah maksimal bertahan enam jam, lewat enam jam dia tidak laku, dia tidak bisa digunakan apa pun,” ujarnya.

“Nah seperti apa mendistribusikan ini, dengan wilayah jarak tempuh yang berbeda-beda, kita tahu geografi Indonesia ini sangat luar biasa unik dan indahnya. Tetapi juga belum semua punya sarana dan prasarana yang baik,” Lili menambahkan.

Baca juga: Kerugian Negara Akibat Korupsi Selama 2020 Mencapai Rp39.2 Triliun

Sementara terkait potensi benturan kepentingan, kata Lili yakni terkait penunjukan langsung pengadaan alat pendukung vaksin Covid19. Kemudian terkait penetapan jenis dan harga vaksin.

“Nah penunjukan langsung untuk pengadaan alat pendukung vaksin Covid-19 itu berpotensi menyebabkan benturan kepentingan dan tidak sesuai dengan harga yang ada di pasaran,” jelasnya.

“Karena, misalnya harga sebuah vaksin tentu juga dihargai dengan alat tambahnya ketika mau vaksin, misalnya alat suntik, misalnya tisu, misalnya tenaga honornya. Sehingga ketika diakumulasi mungkin satu vaksin nilainya sekitar Rp50 ribu kah, Rp100 ribu kah, Rp200 ribu kah,” tanya Lili.

Baca juga: Selama 2020, Kementerian Terima 49 Aduan soal Dugaan Korupsi di BUMN

Atas temuan-temuan tersebut, KPK meminta pemerintah mengatur dan terus memantau agar potensi persoalan itu tak terjadi. Demi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, KPK menyarankan agar pemerintah melibatkan ahli dan pihak independen dalam menentukan harga vaksin.

“Lalu tentu saja kita minta ada pelibatan ahli, kemudian pelibatan akademisi, kemudian ada organisasi yang kredibel untuk itu dan tentu harus independen dalam menentukan itu vaksin dan juga bagaimana menetapkan harganya,” tutupnya. (Ahmad/Red)

Berita Terkait