PANDEGLANG, BINGAR.ID – Bagi Anda generasi milenial, tentu tak melihat ada yang istimewa dari bangunan luas di Jalan Raya Labuan-Pandeglang, tepat sebelum jembatan Bama, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Soalnya, kini, bangunan itu hampir tak bisa dikenali karena sebagian besar gedungnya sudah usang dan lapuk dimakan waktu. Namun, samar-samar, kita masih bisa melihat sisa tulisan PT Sumber Karunia Abadi Pabrik Es Labuan di plang yang dipasang dekat pintu gerbang.
Warga setempat terutama yang muda muda saat ditanyai sejarah tempat itu banyak yang menggelengkan kepala tanda tak tahu. Mereka bahkan hanya mengenal lokasi itu sebagai tempat angker karena bertahun tahun kosong dan gelap.
Baca juga: Pabrik Minyak Mexolie dan Kenangan Aroma Gurih Minyak Kelapa Banten
Padahal, tahukah Anda, bangunan itu adalah saksi bisu kejayaan sektor perikanan laut di Pandeglang pada era 90-an loh. Bahkan, saking jayanya, sektor perikanan laut ini bagai magnet yang menarik banyak orang untuk berinvestasi di sektor tersebut. Salah satunya adalah pemilik Pabrik Es Labuan.
Budayawan sekaligus tokoh masyarakat Labuan Basith Djoma saat berbincang dengan bingar.id mengatakan, pabrik es itu dibangun oleh pengusaha asal Palembang, Sumatera Selatan sekira tahun 80-an. Kata Basith, pemilik pabrik itu semula adalah kontraktor yang memiliki proyek jalan di daerah Labuan. Tapi melihat potensi perikanan laut yang bagus, ia tertarik membangun pabrik es dengan harapan mendapatkan keuntungan lebih.
“Orang sini (Labuan dan sekitarnya -red) lebih mengenal pabrik itu dengan pabrik es “DAPI”. Tapi nggak tahu ya arti dapi itu apa. Pokoknya waktu peresmian, pihak pabrik mengundang tokoh masyarakat setempat dan Labuan. Para tokoh dikasih es masing-masing 2 balok besar. Saya masih ingat soalnya pakde saya dapat 2 balok, “ujarnya.
Baca juga: Salakanagara Kerajaan Tertua di Bumi Nusantara
Lanjut Basith, saat itu, pabrik tersebut mempekerjakan puluhan orang memproduksi es balok untuk keperluan mengawetkan ikan hasil tangkapan nelayan dari Kecamatan Labuan, Panimbang, dan Carita. Air untuk es diperoleh dari air tanah hasil bor atau artesis.
Namun, tak lama setelah beroperasi, sekira tahun 90-an, seingat Basit pabrik itu tutup lantaran nelayan Labuan dan sekitarnya yang menjadi pangsa pasar utama pabrik tersebut menolak menggunakan es dari pabrik itu. Hal itu disebabkan karena es dari pabrik itu kurang tahan lama dan cepat mencair sehingga tak bisa mengawetkan ikan lebih lama.
Perkataan Basith itu dibenarkan mantan pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Banten Hidayat Sjafei. Kata dia, pabrik es Labuan menjadi saksi bisu kejayaan perikanan laut di Pandeglang.
Baca juga: Mengenal “Angeun Lada” Warisan Budaya dari Pandeglang
“Pabrik itu didirikan oleh pihak swasta karena melihat potensi perikanan laut di Pandeglang saat itu sangat bagus. Seingat saya, di tahun 90-an ada 20 sampai 25 kapal jenis purse seine yang menangkap ikan di seputaran Labuan, Carita hingga ke Selat Sunda bahkan hingga ke perbatasan Lampung. Belum lagi kapal dengan jaring rampus dan jaring insang. Untuk kapal purse seine produksinya bisa mencapai 300 hingga 500 kg, belum kapal jenis lainnya. Ini menunjukkan betapa bagusnya perikanan tangkap di laut Pandeglang saat itu,” katanya.
Baca juga: Asihan, Sketsa Hidup yang Bertabir Nafsu
Tak heran, banyak pengusaha yang jeli melihat peluang ini dengan mendirikan pabrik untuk keperluan pengawetan ikan. Sayang, seperti dikatakan Basit sebelumnya, kualitas es dari pabrik di Bama, Labuan tersebut kurang baik.
“Akhirnya nelayan Labuan dan sekitarnya tetap membeli es balok dari Tangerang yang kualitasnya lebih bagus. Soalnya es memang jadi kebutuhan nelayan karena es bisa mengawetkan ikan, sehingga saat sandar usai melaut, ikan yang didapat bisa dijual dengan harga tinggi karena masih segar,”tuturnya.
Namun bagaimanapun, menurut dia, pabrik es Labuan tetap tercatat di sejarah sebagai saksi bisu kejayaan perikanan laut di Pandeglang. (Ishana/Red)