Situs Citaman dan Batu Goong, Piramida “Tersembunyi” Di Pandeglang

Situs Citaman

PANDEGLANG, BINGAR.ID – Kendati berdasarkan bukti sejarah Kabupaten Pandeglang baru berusia 146 tahun, namun ada dugaan bahwa sebuah peradaban sudah muncul di Pandeglang sejak zaman purba. Tepatnya di era Megalitikum atau 2500 hingga 1500 tahun Sebelum Masehi (SM).

Salah satu bukti sejarah yang menguatkan dugaan tersebut adalah ditemukannya sejumlah situs bercorak Megalitikum di lereng Gunung Pulosari. Diantara situs tersebut yang paling unik adalah Situs Citaman dan Batu Goong yang merupakan situs Megalith lengkap yang berbentuk piramida.

Diperiksa pertama kali tahun 1999 oleh Kantor Suaka Purbakala Banten, situs ini semula hanyalah pemandian serta sumber mata air bagi warga setempat yang dianggap wingit atau bertuah. Letaknya ada di Desa Sukasari, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pandeglang.

Dikutip dari buku Tapak Peradaban Purba di Lereng Gunung Pulasari terbitan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Pandeglang bekerjasama dengan Banten Heritage, Situs Citaman adalah komplek Megalitikum yang lengkap yang memiliki sejumlah area dengan fungsinya masing masing. Sebagai informasi, Komplek Megalitikum lengkap yang saat ini sudah terbuka untuk umum diantaranya situs Gunung Padang di Kabupaten Cianjur dan Situs Lebak Sibedug di Kecamatan Citorek Kabupaten Lebak.

Komplek Megalitikum yang lengkap umumnya berbentuk undak udakan piramida serta area di sekitarnya. Struktur kompleksnya makin menyempit dan mengecil di bagian atasnya dan makin tinggi. Ini simbol bahwa bagian puncak adalah bagian tersakral lantaran dianggap dekat dengan Tuhan yang berada di langit.

Area terendah atau kaki piramida di Situs Citaman terdapat pantirtaan atau sumber air suci. Area pantirtaan ini berada di kaki sebuah bukit bernama Bukit Kaduguling. Bukit ini serupa piramida yang di puncaknya ada tinggalan arkeologi berupa batu yang dinamakan sebagai Batu Goong lantaran bentuknya yang seperti alat musik tradisional gong.

Pantirtaan ini dibangun dengan cara membendung air dari sejumlah sumber mata air menggunakan batu batu bulat sehingga berbentuk kolam. Terlihat ada kurang lebih tujuh kolam. Dua diantaranya adalah yang paling luas dengan kedalaman sepinggang orang dewasa. Mata air Citaman ini menurut masyarakat setempat tidak pernah surut kendati di musim kemarau. Airnya juga tak pernah keruh di musim penghujan. Sehingga tak hanya untuk sumber air minum, dimanfaatkan pula untuk mandi dan pengairan pertanian.

Editor dalam buku tersebut Moh Ali Fadilah dari Banten Heritage menyatakan, area kedua adalah lereng Bukit Kaduguling. Saat meneliti, pihaknya menemukan bekas bekas struktur semacam tangga atau teras teras batu membentuk ruang ruang hierarkis menuju puncak piramida dimana Batu Goong berada.

Sedangkan area ketiga adalah puncak piramida yang memiliki 18 buah batu. Sebanyak empat batu berbentuk tak beraturan di keempat penjuru mata angin, lalu sebuah menhir di bagian tengah, dan sisanya batu silinder yang mayoritas bagian atasnya rata. Dua diantara batu itu permukaannya cembung macam Gong.

Selain di puncak bukit Kaduguling, di area sekitar bukit juga ditemukan aneka batu khas situs Megalitik. Diantaranya batu ampar, batu datar dan batu dakon atau batu berlubang. Keseluruhan batu itu kini diletakkan di dalam gedung penyimpanan yang terdapat di sebelah area pentirtaan.

Di tempat itu juga pernah ditemukan pecahan keramik dari sejumlah era. Diantaranya pecahan mangkuk hijau asal Sawankhalok Thailand yang diduga dibuat pada abad 14 hingga 15 Masehi.

Ada pula pecahan keramik era Dinasti Yuan (abad 14 Masehi) dan yang eranya lebih muda yaitu keramik era Dinasti Ming di Cina yang diduga dibuat pada abad 15 hingga 16 Masehi. Keramik asal negeri tirai bambu itu berkelir putih biru.

Bahkan ditemukan juga keramik putih atau song putih dari Cina yang diduga dibuat pada abad ke 10. Tak ketinggalan ada juga pecahan porselain asal Eropa.  Belum diketahui mengapa pecahan keramik itu ada di Situs Citaman lantaran belum ada yang meneliti lebih dalam.

Untuk wisatawan yang hendak ke situs ini, sebaiknya menggunakan motor lantaran mobil tak bisa sampai ke lokasi. Ada area parkiran berjarak sekira 300 meter dari situs yang disediakan oleh warga setempat. Namun bila menggunakan motor bisa langsung masuk ke situs. (Ishana/Red)

Berita Terkait