PANDEGLANG, BINGAR.ID – Pertunjukan teater “Suatu Peristiwa: Jalan Pulang” yang dihelat selama tiga hari, Senin-Rabu (8-10/11/2021) lalu, tidak hanya meninggalkan kesan pertunjukan yang memukau.
Pasca-pertunjukan emosional itu, lahir satu lagi karya yang layak dinikmati. Apalagi saat melintasi jalan menuju lokasi pementasan itu berlangsung, Kampung Lame, Desa Mekarsari, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang.
Baca juga: Protes Infrastruktur di Pandeglang Melalui Teater “Jalan Pulang”
Bukan tanpa alasan, karya berupa lagu berjudul “Dendang Jalan Pulang” ini memang tercipta saat melintasi jalan tersebut yang kondisinya rusak, bergelombang, sehingga menjadi inspirasi sentral dari tercetusnya pertunjukan teater “Suatu Peristiwa: Jalan Pulang”.
Lutvan Hawari, penata musik pertunjukan “Suatu Peristiwa: Jalan Pulang” sekaligus empu dari lagu “Dendang Jalan Pulang” mengatakan, Jalan Pulang bisa dimaknai sangat luas dan beragam. Seperti makna jalan dan pulang itu sendiri yang sangat bergantung memori setiap individu.
“Lagu Dendang Jalan Pulang hadir sebagai respons terhadap Jalan Pulang dari hal yang paling dekat, yaitu jalan sebagai bentuk fisik. Menelusuri jalanan Kampung Lame yang rusak dan sepertinya masyarakat sudah cukup lelah dengan berbagai persoalannya,” selorohnya.
Dia menceritakan, lagu berdurasi 4 menit 18 detik itu tercipta melalui proses yang singkat. Kala itu dia coba mencerna perjalanan menuju Kampung Lame sebagai sebuah cara mengumpulkan bait-bait dan nada. Bahkan saking ingin mentransformasikan gagasan itu dalam irama, Lutvan pun merekamnya dengan alat sederhana.
“Jadi siang bikin musiknya cuma pakai guitalele dan malam langsung direkam pakai alat seadanya. Untuk rekamannya hanya pakai Laptop dan cuma pakai satu mic. Instrumen lainnya aku gambar pakai aplikasi DAW. Rekamannya dini hari, pukul 02.00 WIB sampai pukul 04.00 WIB,” bebernya.
Baca juga: Eksplorasi Tubuh dan Ingatan, “Jalan Pulang” Suguhkan Pertunjukan Memukau
Lutvan Hawari, merupakan musisi asal Bondowoso yang juga dengan solo project-nya Akar Suara. Dia juga menciptakan alat musik dawai elektroakustik bernama Cak Jeng.
“Kami memilih untuk melawan dengan kerelaan, sebab datangnya pertolongan adalah mitos yang terlanjur ugal-ugalan. Jalan pulang kami memanglah rusak, tetapi pikiran dan nurani terus menerus kami perbaiki,” singgungnya. (Ahmad/Red)