PANDEGLANG, BINGAR.ID – Peribahasa Melayu yang mengatakan bahwa daripada hujan emas di negeri orang lebih baik hujan batu di negeri sendiri rasanya kurang relevan bagi para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) khususnya yang bekerja di sektor informal.
Soalnya mereka menjadi TKI lantaran tak ada lagi pilihan penghidupan yang layak di negeri sendiri. Maka, pergi ke luar negeri dengan berbagai risikonya jadi jalan terakhir bagi mereka.
“Ya kalau di sini ada kerjaan yang enak mah ngapain sih kita harus keluar negeri. Kita harus pisah sama anak, sama keluarga dan kadang ada yang sial dapat majikan galak. Semua itu sangat berat kami rasakan,” ujar mantan TKI asal Kecamatan Sobang Sutiri yang ditemui Bingar.id di Gudang Komoditi Sobang Sabtu (20/11) saat mengikuti kegiatan pemberdayaan Pekerja Migran Indonesia Purna dan Keluarganya.
Baca juga: 11 Pulang ke Pandeglang, 477 TKI Masih di Negeri Orang
Sutiri yang pernah menjadi TKI di 3 negara yaitu Taiwan, Arab Saudi, dan Hongkong itu, mengaku bahagia karena setelah tak menjadi TKI masih ada perhatian dari Unit Pelaksana Tugas (UPT) Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Serang yang mengajaknya mengikuti pelatihan merajut.
“Ya mudah-mudahan setelah bisa merajut nanti kami bisa menjual benda benda rajutan jadi ada penghasilan dan nggak usah jadi TKI lagi, soalnya umur kami udah lumayan dan capek juga jadi TKI terus,” kata Sutiri dengan logat Sunda Bantennya tersebut.
Harapan Sutiri itu adalah harapan bagi mayoritas TKI. Bisa sejahtera dan mandiri, memiliki penghasilan yang bisa menopang kehidupan sehari hari sudah dianggap sangat membahagiakan.
“Oleh karena itu, kami mengadakan kegiatan pelatihan merajut sebagai bentuk dukungan kami untuk memberdayakan mantan TKI dan keluarganya sehingga kedepannya mereka tak perlu lagi keluar negeri untuk bekerja dan bisa bertahan hidup mandiri di negeri sendiri,” kata Subkoordinator Perlindungan dan Pemberdayaan pada UPT BP2MI Serang Bajongga Aprianto S.H.
Baca juga: Pekerja Migran Indonesia Asal Lebak Punya Pusat Pelatihan dan Pengembangan
Ia kemudian menginformasikan, mantan TKI yang mengikuti pelatihan sebanyak 20 orang dan mayoritas bekerja di sektor informasi di Taiwan sebagai Asisten Rumah Tangga (ART). Pihaknya tak hanya memberikan pelatihan tapi juga membekali peserta dengan bahan baku usaha sehingga bisa di-follow up sampai akhirnya mandiri dan membuka usaha sendiri.
Dalam kegiatan itu, BP2MI menggandeng Saung Rajut Banten (Saraba) sebagai mentor bagi mantan pekerja migran tersebut. Ketua Saraba, Novi Aryani kepada Bingar.id mengatakan bila dalam pelatihan yang dihelat selama tiga hari itu, pihaknya mengajarkan aneka teknik tusuk dasar merajut bagi pemula.
“Kami ajarkan teknik tusuk rantai, single crochet, dan double crochet sehingga di hari ketiga ini alhamdulillah para peserta sudah berhasil membuat market bag atau tas untuk wadah belanjaan dan cover botol,” katanya.
Ia berharap keterampilan merajut itu bisa membantu para mantan pekerja migran hidup sejahtera dan mandiri di negeri sendiri. (Chandra Dewi/Red)