PANDEGLANG, BINGAR.ID – Makna kias yang terungkap dalam pesona alam, mampu tersirat menjadi karakteristik yang terkadang sering diabaikan, ketika dihadapkan kepada kepentingan pribadi, sehingga kewajaran sering dipertanyakan.
Kurun waktu yang tidak berbatas juga kurang dikenali, walaupun mencoba merenungi yang pernah diingat, kenyataanya selalu disangsikan. Bukan pengaruh luar yang terus menghimpit, karena keadaan kurang mampu membaca tanda-tanda, bahwa kita masih punya pesona wisata, sebagai ciri identitas pengenalan jatidiri.
“Tak kenal maka tak sayang,” inilah kira-kira yang akan terjadi, bila kita tetap acuh pada sebuah kenyataan, bahwa kita sebenarnya masih memiliki sektor pariwisata, yang mampu menggelitik siapa saja yang mengenal dan mengetahuinya.
Karena keberadaanya bukan saja masih perawan, akan tetapi panorama alam hutan Gunung Pulosari, seakan menjadi daya magnetis yang sangat kuat, untuk kita kembali mengunjunginya, bila saja tangan trampil manusia mau menghiasnya, tanpa mengubah karakteristik alam yang ada.
“Ci atau Cai” yang berarti Air, serta “Unjur atau Unjuran” yang artinya Tumpuan Kaki, merupakan sebuah nama tempat Obyek wisata pemandian alam yang dikenal dengan nama “Ciunjuran.” Letaknya di Kampung Ciunjuran, Desa Pari, Kecamatan Mandalawangi-Pandeglang, atau tepatnya di bahu Gunung Pulosari, dengan jarak tempuh sekitar 5 Km dari kota kecamatan, dan kurang lebih sekitar 25 Km jaraknya dari ibukota kabupaten.
Obyek wisata pemandian alam Ciunjuran pun, ternyata bukan saja memiliki panorama alam perawan yang sangat indah. Akan tetapi, Ciunjuran juga menyimpan mitos yang sangat kuat, hingga mampu menjadi buah bibir dikalangan masyarakat sekitar.
Dimana mitos yang berkembang tersebut, seperti halnya khasiat dari keberadaan airnya, yang konon mampu membuat siapa saja yang mandi, atau berenang di kolam tersebut, akan menjadi menarik dan awet muda, serta bagi siapa saja yang memiliki keinginan agar jodohnya didekatkan, air itu pun konon mampu memberikan khasiatnya.
Sebuah kawasan wisata yang masih kental dengan mitos, seharusnya mampu menjadi indentitas yang sarat akan makna filosofnya. Sehingga anak cucu tidak lepas pegangan dan tergelincir pijakan, yang pada akhirnya dunia fantasi reka tangan manusia selalu menjadi pilihan dalam berekreasi. Padahal bila dibandingkan keindahan kawasan obyek wisata Ciunjuran, dengan kawasan obyek wisata lainnya yang sudah terlalu banyak reka tangan manusia, padahal Ciunjuran juga tak kalah indahnya.
Seperti diakui H. Madsari, salah seorang tokoh masyarakt sekitar yang mengatakan, keberadaan obyek wisata pemandian alam Ciunjuran tersebut, sampai saat ini memang kondisinya masih belum tersentuh reka tangan manusia secara maksimal, sehingga bila harus bersaing dengan kawasan obyek wisata buatan, jelas keberadaan Ciunjuran belum mampu bersaing. Namun bagi para wisatawan yang suka berwisata alami, maka Cihunjuran-lah yang dapat memenuhi hasrat itu.
“Mungkin sebagian orang masih belum percaya, kalau Mandalawangi ini memiliki kawasan obyek wisata yang cukup lumayan indah, eksotik, dan tak kalah indahnya dengan kawasan-kawasan obyek wisata lainnya. Meskipun memang kita akui, bila di hari libur tidak sedikit wisatawan yang datang ke lokasi ini. Namun itu pun menurut kami belum cukup, bila kondisi jalan, serta kawasan parkir dilokasi itu, belum juga mendapat perhatian, sehingga membuat para wisatawan menjadi engan untuk berkunjung kedua kalinya,” uncapnya singkat. (Aditya/Red)