JAKARTA, BINGAR.ID – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengatakan, pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di masa pandemi menyebabkan banyak siswa yang putus sekolah.
Hal itu diakibatkan banyak anak yang terpaksa membantu perekonomian keluarganya imbas pandemi Covid-19.
“Memang banyak sekali dampak negatif PJJ ini. Bukan hanya kita, tapi negara lain juga. Semakin lama PJJ, dampaknya anak bisa putus sekolah, karena terpaksa membantu keuangan keluarga,” kata Nadiem dalam acara Rakornas Pembukaan Sekolah di Masa Pandemi Covid-19 yang diselenggarakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) secara daring seperti yang dikutip dari RRI, Senin (30/11/2020).
Baca juga: Kemendikbud Dilema Soal Pembelajaran Tatap Muka
Tidak hanya itu, menurut Nadiem, pembelajaran jarak jauh juga menghambat tumbuh kembang anak, baik dari kognitif maupun dari perkembangan karakter serta perkembangan psikososial serta menimbulkan kekerasan-kekerasan dalam rumah tangga.
“Banyak sekali anak mengalami kekerasan dari orangtua tanpa terdeteksi oleh guru,” ujar Nadiem.
Belajar dari persoalan itulah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama kementerian terkait mendengarkan masukan dari berbagai pihak. melakukan evaluasi PJJ disatuan pendidikan.
Baca juga: Kemendikbud Sebut Model Flipped Classroom Solusi Atasi KBM di Tengah Pandemi
Mendikbud Nadiem mengatakan, hasil evaluasi itu digunakan sebagai dasar untuk penyesuaian surat keputusan bersama (SKB) empat menteri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama memberikan izin belajar tatap muka di masa pandemi Covid-19 pada Januari 2021 mendatang.
“Panduan penyelenggaran pembelajaran kami umumkan dari jauh hari agar pemerintah daerah bersiap dan seluruh pemangku kepentingan dapat mendukung pemerintah daerah,” ungkap Mendikbud.
Baca juga: Orang Tua di Pandeglang Lelah dengan Program Belajar Dari Rumah
Meski diperbolehkan, Nadiem menegaskan kebijakan belajar tatap muka bukan berarti tanpa syarat yang ketat. Karena, pemberian izin belajar tatap muka boleh dijalankan, asalkan sudah ada surat rekomendasi dari pemerintah daerah (Pemda) atau kantor wilayah Kementerian Agama, komite sekolah, dan orangtua.
“Tidak harus serentak se-kabupaten/kota, tapi bisa bertahap di tingkat kecamatan, kelurahan, dan desa. Semuanya tergantung pada keputusan pemerintah daerah tersebut,” tegas Nadiem.
Baca juga: Sistem Belajar Ganjil Genap Dinilai Tidak Efektif
Tak hanya itu, pihak sekolah juga harus memenuhi daftar periksa penerapan protokol kesehatan, termasuk persetujuan komite sekolah dan perwakilan orangtua.
“Orangtua memiliki hak penuh, apakah anaknya bisa belajar tatap muka atau tidak di sekolah. Apabila tidak diizinkan, maka tidak bisa dilakukan. Pastinya sang anak atau siswa itu bisa lanjutkan pembelajaran dari rumah,” pungkas Nadiem. (Ahmad/Red)