PANDEGLANG, BINGAR.ID – Generasi 90an, mungkin tidak asing dengan permainan Meriam Bambu. Permainan itu begitu digemari anak-anak hampir se-nusantara, terutama kala bulan Ramadan tiba.
Namun memasuki era digital, permainan ini nyatanya masih digemari. Tak sedikit anak-anak yang masih memainkannya untuk sambil menunggu berbuka puasa.
Setidaknya hal itu terlihat di Kampung Cilaja, Kelurahan Cilaja, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang. Di daerah ini, Meriam bambu disebut juga dengan nama “beledogan”.
Baca juga: 6 Olahraga Tradisional Unik dan Ekstrim di Indonesia
Hampir setiap sore, selalu terdengar suara dentuman yang dikeluarkan dari meriam bambu ini yang disambut sorak gembira anak-anak yang sedang memainkannya.
“Beledogan” terbuat dari batang bamboo dengan rata-rata panjangnya mencapai 1,5 meter. Di ujungnya, diberi lubang berukuran 5 cm untuk memasukan minyak tanah yang dimana nantinya disulut dengan menggunakan api sehingga menghasilkan suara dentuman.
Salah seorang warga Ari Sihabudin menceritakan, permainan meriam bambu kerap dijadikan salah satu permainan oleh anak-anak sambil menunggu waktu berbuka puasa tiba.
Baca juga: Bakarrrdah, Solusi Bikin BBQ-an yang Praktis dan Mudah
“Biasanya kalau sebelum buka puasa sambil ngabuburit gitu dan setelah Salat Tarawih selalu dimainkan,” kata Ari, Kamis (15/4/2021).
Dia menerangkan, jika suara ledakan yang dihasilkan ingin lebih keras, maka salah satu media yang dijadikan sebagai bahan untuk menghasilkan ledakan menggunakan karbit. Akan tetapi, bahan itu memiliki risiko yang membahayakan anak-anak karena suara dentuman yang dihasilkan lebih dahsyat.
“Dengan ledakan yang begitu keras daripada menggunakan bahan minyak tanah. Pastinya, bisa menyebabkan bambu menjadi pecah. Nanti pasti bakal melukai pemainnya,” ujar dia.
Baca juga: Mengenal 6 Kain Tradisional Indonesia yang Sudah Mendunia
Ari juga menyebut, selain menggunakan batang bambu, permainan itu juga bisa memanfaatkan atau diganti dengan batang pohon papaya. Hanya media itu memiliki potensi pecah saat ledakan yang dihasilkan lebih keras.
“Bisa pakai pohon pepaya juga. Tapi itu bisa saja pecah karena kan tidak kuat. Dan bambu juga tidak asal bambu yang digunakannya. Kalau bambu yang masih umurnya muda itu suaranya tidak nyaring jadi yang digunakan harus bambu yang betul-betul sudah tua,” tandasnya. (Syamsul/Red)