Kisah Duo Haji Pejuang dan Tameng Gaib di Pamatang

Plang nama Haji Sadam yang diabadikan jadi nama jalan di Kampung Pamatang, Desa Mekarwangi, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang (Istimewa)

PANDEGLANG, BINGAR.ID – Kampung Pamatang, Desa Mekarwangi, Kecamatan Saketi menyimpan segudang kisah unik. Salah satunya adalah sepak terjang perjuangan masyarakat melawan penjajah Belanda yang dipimpin duo haji pejuang yaitu Haji Sadam dan Haji Sajong.

Salah satu momen paling epik dalam lika liku perjuangan dua sahabat tersebut adalah ketika kampung Pamatang luput dari tembakan roket Belanda seolah ada tameng gaib yang menghalangi bom itu meledak. Bukan hanya itu, roket bahkan mental ke daerah lain seolah membentur dinding raksasa yang terpasang di langit Kampung Pamatang.

Kisah tersebut dituturkan oleh Sekretaris Desa (Sekdes) Mekarwangi Suyanto kepada bingar.id. Menurut dia, dua pejuang itu sangat dikenal oleh masyarakat desanya. Maklum dua pejuang itu adalah pelopor perlawanan masyarakat pada penjajah Belanda.

Memiliki gelar haji, kedua sahabat itu yaitu Sadam dan Sajong yang dikenal sebagai orang saleh dan berilmu. Bagaimana tidak, keduanya adalah santri yang sudah berguru kesejumlah kyai besar di Banten sehingga keduanya adalah orang yang melek huruf. Tak hanya itu, kedua tokoh itu juga berasal dari keluarga terpandang dan kaya.

Baca juga: Tradisi Rebo Wekasan di Kampung Pamatang

“Kalau orang dulu bisa berangkat haji, saya yakin pasti orang yang mampu. Oleh karena itu wajar kalau terdidik atau bersekolah dan juga berangkat haji. Karena dari cerita ayah saya, naik haji di zaman itu sulit sekali. Biayanya besar dan waktu perjalanannya lama. Soalnya masih menggunakan kapal laut dan harus berlayar selama kurang lebih 6 bulan,” kata lelaki yang akrab disapa Carik Yanto tersebut.

Ia juga menceritakan, dahulu, Desa Mekarwangi masih masuk ke wilayah Desa Majau, dan dua haji pejuang itu masing-masing tinggal di kampung yang berbeda yaitu di Kampung Pamatang dan Kampung Majau. Namun markas perjuangan dipusatkan di Pamatang.

Sekretaris Desa (Sekdes) Mekarwangi, Suyanto (Istimewa)

Dalam upayanya, ada saja cara yang dilakukan dua pejuang itu untuk menyusahkan Belanda sehingga para prajurit dari negeri Orange itu kerepotan. Sampai pada suatu hari, Belanda yang bermarkas di sekitar Stasiun Saketi (kini lokasi itu sudah menjadi bagian pasar Saketi) sudah tak tahan lagi dan memutuskan untuk membumihanguskan markas para pejuang di Kampung Pamatang.

“Jadi Belanda pakai roket yang ditembakkan dari meriam di Stasiun Saketi. Tapi atas kuasa Allah dan doa para tetua termasuk Haji Sadam dan Haji Sajong roket itu mental ke tempat lain,” katanya.

Baca juga: Stopplaast Cikaduen, Stasiun Kereta Api Mini Sahabat Penziarah

Bukan itu saja, dari cerita para tetua Kampung Pamatang, anggota pasukan Haji Sadam dan Haji Sajong adalah jawara-jawara santri yang sakti karena tak mempan ditebas oleh senjata tajam.

“Bahkan ceuk kolot mah, eta Haji Sadam ditembak make senapan serbu geh teu mempan. Atuh muruluk bae eta pelor (Bahkan dari cerita para tetua desa, Haji Sadam tak mempan ditembak. Kalau ditembak pelurunya mental dan jatuh ke tanah-terjemahan dari Bahasa Sunda),” kata Carik.

Pendek kata, dua pejuang itu benar-benar tak tersentuh hingga akhirnya Belanda mengeluarkan jurus terakhir yaitu dengan perundingan. Dalam perundingan itu, Belanda menawarkan kekayaan yang besar bagi Haji Sadam bila mau menyerah. Namun Haji Sadam menolak.

Maka Belanda mengancam akan mengebom Kampung Pamatang bila tawarannya ditolak. Akhirnya jiwa pengorbanan Haji Sadam muncul. Ia bersedia menyerahkan diri dan menghentikan perlawanannya asal Belanda berjanji tidak menyentuh wilayah Desa Majau. Belanda pun menyetujui syarat itu. Namun dibalik itu, dengan sikap culas merencanakan pembunuhan Haji Sadam agar api perjuangan rakyat Pamatang padam.

Baca juga: Melacak Rajatapura, Ibukota Salakanagara yang Hilang

Akhir kisah, perjuangan Haji Sadam dan Haji Sajong berakhir ketika Belanda menembak Haji Sadam menggunakan peluru yang terbuat dari emas hingga haji pejuang itu wafat.

Atas jasanya tersebut, kini nama Haji Sadam diabadikan sebagai nama Jalan di Kampung Pamatang. Tujuannya menurut Kades Ahmad Rafiudin agar masyarakat Pamatang selalu mengingat jasa Haji Sadam.

“Kami berharap beliau bisa mendapatkan gelar pahlawan dari pemerintah karena jasanya yang besar,” pungkasnya. (Ishana/Red)

Berita Terkait