Kenaikan Cukai Rokok Disorot DPR RI, Dinilai Tak Efektif Atasi Masalah

Kenaikan Cukai

Ilustrasi kenaikan cukai rokok. (Unsplash)

JAKARTA, BINGAR.ID – Pemerintah secara resmi akan mulai menaikkan cukai rokok atau Cukai Hasil Tembakau mulai 1 Februari 2021 mendatang. Aturan tersebut akan mematok tambahan cukai sebesar 12,5 persen.

Namun begitu, kenaikan cukai tembakau tersebut dinilai tidak sepenuhnya dapat mengatasi berbagai akar persoalan yang ada. Hal ini diungkap Anggota Komisi XI DPR RI Didi Irawadi.

Baca juga: Tok! Sri Mulyani Resmi Naikkan Cukai Rokok 12,5 Persen

Dia mengaku mendapat informasi bahwa dengan adanya kenaikan tersebut justru berdampak pada meningkatnya impor tembakau dari luar negeri. Padahal tujuan dari kebijakan tersebut, pemerintah ingin melakukan pembatasan konsumsi rokok yang berdampak pada kesehatan.

“Cara-cara yang dilakukan dengan kenaikan cukai ini, belum efektif menurut saya. Pemerintah bisa melihat kebijakan yang dilakukan di negara lain, Malaysia misalnya, walaupun cukai tidak dinaikkan tetapi mereka bisa melakukan cara lain, salah satunya dengan melarang penjualan rokok batangan. Sementara di negara kita tidak ada langkah-langkah lain, bahkan perusahaan rokok besar malah pendapatannya meningkat,” ungkapnya dalam keterangan yang dikutip dari dpr.go.id, Kamis (28/1/2021).

Dengan tingginya harga cukai rokok, Anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Najib Qudratullah khawatir akan menimbulkan peredaran rokok ilegal di masyarakat. Dari pengamatannya, sejumlah warga dapilnya banyak yang kembali mengonsumsi rokok ‘lintingan’. Hal itu sebagai dampak rokok yang tidak terjangkau, dengan demikian kebijakan cukai rokok juga tidak bisa diterapkan.

“Kebijakan ini harus di-review kembali, karena kami mendengar teman-teman industri sudah mengalami penurunan signifikan mulai dari tahun 2017. Belum lagi dampaknya bagi pendapatan petani tembakau. Menurut saya kebijakan ini harus adil, karena mereka meningkatkan penerimaan negara tetapi mereka dilemahkan secara perlahan, perlu ada kebijakan yang cukup adil,” tegas politisi Fraksi PAN itu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa kebijakan cukai tidak diberlakukan pada semua golongan atau tidak semua jenis rokok dinaikkan tarif cukainya. Hanya jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Tangan (SPT) yang tarif cukainya naik. Sedangkan untuk kategori SKM cukainya naik 13,8-16,9 persen tergantung golongan, sementara untuk SPM naik 16,5-18,4 persen.

Baca juga: Alasan Kenaikan Cukai Tak Efektif Tekan Jumlah Perokok

Realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai, secara keseluruhan hingga akhir 2020 mencapai jumlah senilai Rp212,8 triliun, atau minus 0,3 persen dibandingkan 2019. Sementara penerimaan cukai sepanjang 2020 sebesar Rp176,3 triliun atau tumbuh 2,3 persen dari tahun sebelumnya. Ini terdiri dari cukai hasil tembakau (CHT) sebesar Rp170,24 triliun, etil alkohol (MMEA) hanya Rp5,76 triliun, dan etil alkohol senilai Rp240 miliar.

“Pada APBN tahun 2021, pemerintah menargetkan penerimaan cukai sebesar Rp180 triliun. Target itu terdiri atas cukai rokok Rp173,78 triliun. Sementara sisanya ditargetkan pada pendapatan cukai MMEA, cukai etil alkohol, dan penerimaan cukai lainnya sebesar Rp6,21 triliun,” ungkap Menkeu. (Agisna/Red)

Berita Terkait