Hidden Gem Peninggalan Belanda di Seputaran Perkotaan Pandeglang 5

Foto 1 : Bapak Rd Samsam Setia Mulya, putra dari pejabat Polres Pandeglang tahun 60an bapak Letkol Polisi Rd Roekanda. Foto 2 : Ibu Neng, Putri anggota polisi Bapak Tarjuk. Chandra Dewi

Markas Kepolisian Resort 812 Yang Sempat Jadi Pusat Informasi dan Hiburan Masyarakat di Pandeglang

PANDEGLANG, BINGAR.ID – Lalu apa memori yang paling diingat oleh Samsam selama tinggal di tangsi Polres Pandeglang ? Sambil terkekeh ia menceritakan sekitar tahun 70an di Pandeglang, televisi masih menjadi barang yang mewah dan langka. Masyarakat jarang sekali memilikinya. Hanya orang-orang kaya dan berduit yang bisa memiliki kotak ajaib itu. Bahkan sekelas instansi pemerintah pun tak semua memiliki televisi. Di area perkotaan Pandeglang, hanya dua instansi yang memiliki televisi yaitu di kantor juru penerangan atau disingkat jupen, dan juga di Polres.

Televisinya pun hanya yang sederhana. Berlayar hitam putih dengan satu saluran televisi yaitu TVRI, namun berhasil memikat masyarakat yang selama ini hanya mendengarkan radio saja.

Samsam mengenang, para penonton televisi di Polres Pandeglang mulai berdatangan pada sore hari sekitar pukul 17.00 WIB, dan bubar pada pukul 10.00 malam karena siaran televisi saat itu belum 24 jam.

Baca Juga : Hidden Gem Peninggalan Belanda di Seputaran Perkotaan Pandeglang 4

Siaran terakhir adalah rubrik dunia dalam berita yang menyajikan informasi dari seluruh dunia yang dirangkum oleh pihak TVRI. Sesekali bila ada pertandingan olahraga skala internasional seperti badminton atau tinju, masyarakat datang lebih awal dari jadwal yang sudah ditentukan. Aktivitas ini oleh masyarakat setempat dinamai sebagai lalajo atau menonton dalam bahasa Sunda.

Oleh karena itu, kata Samsam menonton televisi di Polres itu mirip sekali dengan menonton layar tancap dan jadi hiburan rutin bagi masyarakat perkampungan seputaran Pandeglang seperti dari Pamagersari, Pasar hebeul, Kabayan, Kebon Cau, Gardu Tanjak, dan Ciwasiat. Kini bila mengingatnya ia mengaku geli karena televisi yang ada di Polres ukurannya juga tidak terlalu besar sementara jumlah penontonnya sangat banyak.

Baca Juga : Hidden Gem Tinggalan Belanda di Seputaran Perkotaan Pandeglang 3

Ia kemudian menuturkan kenangan lainnya. Kata dia, tanah yang ditempati Polres Pandeglang plus area yang saat ini dibangun menjadi minimarket serta restoran keluarga hingga ke pinggir Masjid Agung Ar-Rahman adalah milik tuan tanah yang sangat terkenal yaitu Haji Entot. Rumah tuan tanah itu terletak di lokasi yang saat ini adalah restoran keluarga Pawon Indra.

Kala itu kios-kios pedagang makanan serta minimarket belum ada sehingga lokasi tersebut hingga area belakang adalah sebuah tanah lapangan yang sangat luas dengan kontur yang lebih tinggi dari halaman Polres. Di tanah itulah anak-anak prajurit Bhayangkara mengisi waktunya dengan bermain sepak bola. Selain itu anak-anak prajurit Bhayangkara juga sering bermain air karena di depan Polres ada sebuah selokan berukuran besar dan dalam yang bisa dipakai berenang oleh anak-anak.

Selokan itu mengalir dari depan rumah tahanan kemudian melewati masjid agung hingga ke arah Gardu Tanjak. Kegembiraan anak-anak prajurit Bhayangkara makin bertambah bila para pegawai rumah tahanan Pandeglang memanen ikan dari empang di dalam rumah tahanan. Soalnya cara panennya dilakukan dengan mengeringkan air di empang sehingga air tersebut mengalir ke selokan yang melewati Polres. Sehingga ada beberapa ikan yang ukurannya agak kecil lolos dan masuk ke selokan. Ikan-ikan itulah yang ditangkap oleh anak-anak prajurit Bhayangkara Polres Pandeglang.

Baca Juga : Hidden Gem Tinggalan Belanda di Seputaran Perkotaan Pandeglang 2

Ditanya tentang water toren yang berada di depan Polres, Samsam mengaku di tahun 63 sampai 70-an menara air itu masih berfungsi karena saat udara panas anak-anak seringkali menempelkan pipinya ke bagian tembok menara air yang dingin. Ia juga mengaku masih mendengar mesin pompa air tersebut menyala dan menyuplai air untuk kebutuhan perkotaan Pandeglang.

Sesekali anak-anak prajurit Bhayangkara pergi mandi ke mata air Ciwasiat yang berada di bagian bawah area Polres. Bila musim kemarau ibu-ibu juga kerap mencuci di sana. Bahkan, para tahanan Polres juga membersihkan diri di sana setiap hari dengan cara dikawal oleh petugas bersenjata sebanyak 1 kali satu hari atau 2 hari sekali.

Keterangan Samsam itu membawa langkah kaki saya untuk melihat lokasi eks rumah dinas atau barak sekarang. Saya teliti, di lokasi yang ia katakan benar-benar sudah tidak ada sisa tinggalannya sedikitpun. Puing bangunan tak bersisa, tanah pun sudah ditutupi aspal.

Apalagi kini area Polres dipagari sehingga terpisah dari area perkampungan di bagian belakangnya. Namun di pinggir masjid ada sebuah pintu kecil mengarah ke sebuah warung. Ternyata warung itu dikelola oleh Neng, putri mantan prajurit Bhayangkara bernama Tarjuk. Keterangan Neng sama persis dengan keterangan Samsam. Bahkan Neng juga mengenal Samsam dan menyebutnya kakak, sebagai tanda bahwa sama-sama berusia lebih tua dari dirinya.

Kata dia, kini dia hanya bisa mengenang barak tersebut di pikirannya karena bangunannya sudah tidak ada sama sekali. Padahal barak itu menyimpan banyak sekali kenangan, karena polisi saat itu masih bergabung dengan ABRI, sehingga terkadang anggotanya dikirim untuk berperang atau dimutasi ke berbagai daerah di Indonesia. Bagi anak anak, momen itu sangat menyedihkan karena harus berpisah ayah dan juga dengan sahabat di asrama atau barak sebelumnya.

Baca Juga : Hidden Gem Tinggalan Belanda di Seputaran Perkotaan Pandeglang 1

“Kadang saya terngiang suara kentongan tanda apel. Kentongan itu dibuat dari selongsong peluru mortir atau semacam peluru meriam gitu. Suaranya nyaring sekali kalau dipukul dan kedengeran sampai barak,” kenangnya sambil tersenyum.

Saya mencoba mengirimkan foto rumah dinas tersebut ke petugas Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) 8. Ternyata mereka berpikiran yang sama dengan Samsam. karena melihat desain bagian jendelanya. Namun untuk memastikan harus ada pemeriksaan mendalam oleh pihak BPK. Namun BPK berharap agar masyarakat termasuk juga instansi pemerintah untuk ikut aktif melestarikan benda atau bangunan bersejarah di kotanya masing-masing. (Chandra Dewi)

Berita Terkait