Enam Faktor yang Sebabkan Realisasi APBD Lambat

Realisasi APBD

Ilustrasi serapan APBD. (Istimewa)

JAKARTA, BINGAR.ID – Kepala Badan Litbang (Balitbang) Kemendagri, Agus Fatoni, menjelaskan, ada enam faktor yang menyebabkan realisasi Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah (APBD) provinsi dan kabupaten/kota terlambat.

Sebagian besar realisasi APBD setiap tahun dinilai masih rendah. Itu pun dinilai cenderung mengejar target realisasi di kuartal ke-IV atau akhir tahun anggaran. Padahal penyerapan APBD yang rendah berakibat tidak maksimalnya pelayanan kepada masyarakat.

“Setidaknya ada enam faktor yang diduga menyebabkan keterlambatan dalam realisasi APBD,” ujar Fatoni dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/3/2021).

Baca juga: Tiga Sektor Prioritas Penanggulangan Covid-19, Dibebankan ke APBD 2021

Menurut dia, keenam faktor tersebut ialah keterlambatan penetapan Peraturan Daerah (Perda) terkait APBD, keterlambatan kontrak pekerjaan, dan keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Kemudian ketidaksediaan dana, keterlambatan pencairan, dan masalah sumber daya manusia.

Kepala Pusat Litbang Pembangunan dan Keuangan Daerah Balitbang Kemendagri, Sumule Tumbo membeberkan, sejumlah temuan sementara Balitbang Kemendagri tersebut, salah satunya terkait dengan keterlambatan penetapan Perda terkait APBD.

Dia menyebutkan, sejumlah regulasi telah mengatur penyusunan APBD, termasuk sanksi yang diterima daerah bila terlambat mengesahkan APBD sesuai jadwal. Kemendagri, kata Sumule, setiap tahunnya juga telah mengeluarkan Permendagri tentang pedoman penyusunan APBD.

Baca juga: Pemkab Pandeglang Kaji Pemanfaatan APBD Untuk Tanggulangi Pandemi Covid-19

Ia mengatakan, pedoman itu dapat menjadi landasan pemerintah daerah dalam melakukan penyusunan sehingga baik pemerintah daerah maupun DPRD dapat menyusun dan menetapkan APBD sesuai waktu yang ditentukan. “Secara regulasi saya kira lengkap dan tegas menjadi landasan semua pemerintah daerah untuk tepat waktu menetapkan perda APBD,” kata Sumule.

Pembicara pakar dari Universitas Indonesia, Deddi Nordiawan, menjelaskan, banyak yang dapat dijadikan ukuran kualitas pengelolaan keuangan daerah, salah satunya adalah realisasi APBD. Dia menyebutkan, APBD merupakan alat fiskal yang menentukan kesejahteraan rakyat yang pelaksanaannya dipengaruhi oleh kecepatan dan ketepatan realisasinya.

Pada kesempatan tersebut, Sekretaris Badan Litbang, Kurniasih, menjelaskan, tujuan dari kegiatan tersebut ialah diharapkan dapat merumuskan strategi percepatan penyerapan APBD. Rumusan itu bakal menjadi bahan rekomendasi kepada menteri dalam negeri, kemeterian dan lembaga terkait, serta pemerintah daerah dalam mengatasi pemasalahan rendahnya penyerapan APBD.

Baca juga: Refocusing Diperkirakan Rp250 Miliar, Belanja Hibah Bansos Pandeglang Terancam

Sementara itu, kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan penyerapan anggaran juga tidak sama. Pembelanjaan pemerintah daerah dalam melaksanakan pelayanan masyarakat dinilai masih kurang maksimal.

Berdasarkan data realisasi anggaran dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019, masih banyak provinsi dan kabupaten/kota yang realisasi belanjanya di bawah 85 persen. Sementara pada 2020, sebagian besar provinsi realisasi belanjanya di bawah rata-rata nasional, yaitu 83,59 persen. (Ahmad/Red)

Berita Terkait