Dua Cara Kendalikan Banjir Agar Banjir Bandang Lebak Tak Terulang

Banjir Bandang

Pembangunan tebing pengendali banjir di Sungai Ciberang. (dok. bbwsc3)

SERANG, BINGAR.ID – Banjir Bandang yang menggerus enam kecamatan di Kabupaten Lebak satu tahun lalu masih membekas. Bahkan kekhawatiran akan munculnya banjir serupa, masih ada meski pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi datangnya bencana serupa.

Salah satunya dengan membangun tebing pengendali banjir di sepanjang Sungai Ciberang. Akan tetapi pembangunan tebing pengendali banjir itu saja tidak cukup.

Baca juga: Sungai Ciberang Dibangun Tebing Pengendali Banjir Sepanjang 410 Meter

Kepala Bidang Pelaksanaan Jaringan Sumber Daya Air pada Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau, Ciujung, Cidurian (BBWSC3), David Partonggo Oloan menyebut, ada dua cara yang perlu dilakukan untuk mengendalikan banjir. Pertama secara struktural dan kedua non struktural.

Secara struktural, ialah dengan membangun infrastruktur pengendali banjir, seperti yang dilakukan BBWSC3 dengan membangun pengendalian banjir di Sungai Ciberang. Sementara non struktural, yakni tanpa membangun infrastruktur pengendalian.

Baca juga: Dampak Banjir Bandang Awal Tahun Lalu, Ratusan Hektar Sawah di Lebak Masih Dipenuhi Lumpur

Misalnya dengan Penghijauan di hulu sungai, pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), pengaturan tata guna lahan, pengendalian erosi, pengembangan dan pengaturan daerah banjir, penanganan kondisi darurat, dan peramalan dan sistem peringatan banjir.

“Jadi kalau kami bangun struktural berupa pengendali banjir sehebat apapun, tapi kalau perubahan lahan di hulu Gunung Halimun Salak tidak dikendalikan, percuma. Selebar apapun sungainya,” ujar dia saat ditemui di kantor BBWSC3 beberapa waktu lalu.

Baca juga: Empat Daerah di Banten Rawan Banjir Bandang dan Longsor

Aliran Sungai Ciujung yang berakhir di Laut Jawa, merupakan muara dari sejumlah anak sungai, salah satunya Sungai Ciberang yang mana hulunya berada di Gunung Halimun Salak, antara Kabupaten Lebak dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

“Ketika di sana (hulu Sungai Ciberang) dirambah pengalihan fungsi lahan, menggali Sumber Daya Alam secara tidak terkontrol, berakibat lahan menjadi terbuka. Yang seharusnya air meresap ke dalam tanah yang airnya keluar dalam bentuk base flow di hilir, ini langsung keluar sekaligus beserta material,” jelas David.

Baca juga: Huntap Untuk Korban Banjir Bandang dan Tanah Longsor Dipertanyakan

Maka dari itu, dia mengajak semua pihak terkait untuk bersama mengendalikan perubahan penggunaan lahan di hulu, sebagai langkah meminimalisir kerusakan akibat banjir.

“Jadi harus ada peran serta untuk mengendalikan perubahan lahan di hulu sehingga banjir bisa dikendalikan,” tutupnya. (Ahmad/Red)

Berita Terkait