JAKARTA, BINGAR.ID – Wakil Ketua DPR RI M. Azis Syamsuddin membeberkan, Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan pernikahan anak tertinggi pada periode 2014-2020. Bahkan selama pandemi Covid-19, meningkatkan potensi kerentanan anak terhadap praktik perkawinan anak.
Dia menyebut, data Mahkamah Agung pada 2020 mencatat sebanyak 64.000 permohonan dispensasi kawin masuk di pengadilan agama. Angka ini naik dibanding tahun 2019 sebanyak 24.865 permohonan. Mayoritas pasangan masih berstatus pelajar.
Baca juga: Pembelajaran Jarak Jauh Picu Angka Putus Sekolah dan Perkawinan Anak
Melihat data yang ada, dia berharap Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bersama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan pendataan dan pemetaan terhadap daerah-daerah yang berpotensi atau rentan terjadi perkawinan anak. Dengan begitu ditemukan akar permasalahan dan dilakukan upaya antisipasi guna mengurangi dan mencegah terjadinya perkawinan anak di masa mendatang.
“Harus jeli. Ini angka yang mengkhatirkan. DPR mendorong KPPPA untuk menggencarkan dan mengoptimalkan Perlindungan Khusus Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA), dan Forum Anak, khususnya di tengah situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini,” papar Azis dalam keterangan yang dikutip dari Parlementaria, Selasa (20/4/2021).
Lebih lanjut, Azis mendesak perlu adanya langkah yang dilakukan dapat mencegah terjadinya pelanggaran hak anak, termasuk perkawinan pada anak. Tak kalah penting, Azis juga mendorong KPPPA bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengoptimalkan program Desa Peduli Anak. “Mengingat pencegahan perkawinan anak dapat dimulai dari lingkup masyarakat desa,” terang Azis.
Baca juga: Pelaku Kekerasan Seksual Anak Resmi Diberlakukan Hukuman Kebiri
Politisi Partai Golkar ini pun mendorong KPPPA bersama KPAI terus melakukan upaya kuratif, preventif, dan promotif agar dapat meminimalisasi terjadinya kasus perkawinan pada usia anak. Seperti penguatan kebijakan atau regulasi yang berkaitan dengan perlindungan hak anak, mensosialisasikan bahaya jika terjadi perkawinan dan hamil dini serta bahayanya terhadap reproduksi anak, penguatan peran serta orang tua dan anak.
Optimalisasi desain strategi, sambung Azis, menjadi faktor sangat penting guna penurunan kekerasan terhadap anak dan pekerja anak tahun 2020-2024 termasuk penyediaan layanan yang berkaitan dengan perlindungan dan hak anak. “Sehingga ke depannya hak anak dapat lebih terjaga dan lebih dilindungi oleh negara dan juga seluruh masyarakat,” pungkasnya. (Ahmad/Red)