Hari Musik Nasional 9 Maret dan Kontroversinya

Hari Musik Nasional

Kick School, grup band Rock n Roll belia asal Kota Serang yang memiliki tiga personel. (Instagram/@ hos34venue)

BINGAR.ID – Delapan tahun silam, tepatnya 9 Maret 2013, Presiden Republik Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 10 Tahun 2013.

Isi Keppres tersebut, menetapkan setiap tanggal 9 Maret diperingati sebagai Hari Musik Nasional. Tujuannya adalah demi meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya musik tanah air.

Dalam Keppres tersebut dijelaskan, bahwa musik adalah ekspresi budaya yang bersifat universal dan multidimensional yang merepresentasikan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional.

Baca juga: Promotor Musik Lokal Diminta Bentuk Asosiasi

Pemerintah memandang, perlunya menetapkan Hari Musik Nasional dalam upaya meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap musik Indonesia. Selain itu, juga meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi para insan musik Indonesia, serta meningkatkan prestasi yang mampu mengangkat derajat musik Indonesia secara nasional, regional maupun internasional.

Meski baru ditetapkan pada 2013 silam, sebenarnya pencanangan hari musik nasional sudah ada sejak pemerintahan presiden Megawati Soekarno Putri pada tahun 2003. Hal itu ditandai dengan pemencetan tombol situs resmi Persatuan Artis, Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI) oleh presiden Megawati di Istana Negara, Jakarta Pusat, 10 Maret 2003.

PAPPRI yang berdiri pada 18 Juni 1986, sudah mengusulkan adanya penetapan hari musik nasional di kongres ketiganya tahun 1998 dan kongres keempatnya pada 2002, tetapi usulan tersebut baru terealisasi pada 2003.

Baca juga: Sejumlah Manfaat Musik Bagi Anak, Melatih kedisiplinan Hingga Terapi

Walaupun pada waktu itu Megawati tidak membuat Keppres yang menetapkan 9 Maret sebagai hari musik nasional. Namun, sejak saat itu, setiap 9 Maret secara rutin diperingati sebagai hari musik nasional. Di setiap peringatan itu juga, PAPPRI menganugerahkan penghargaan Nugraha Bhakti Musik Indonesia (NBMI) kepada insan musik atas karya dan dedikasinya. Penghargaan itu dianugerahkan kepada insan musik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.

Mengapa 9 Maret dipilih sebagai hari musik nasional?

9 Maret dipilih sebagai hari musik nasional, tak lepas dari hari kelahiran maestro musik Indonesia, yang juga pencipta lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, yaitu Wage Rudolf Supratman. Buku-buku sejarah mencatat WR. Supratman lahir di Meester Cornelis (sekarang Jatinegara), Jakarta pada 9 Maret 1903.

Namun ada kontroversi dalam penetapan tanggal lahir sang maestro. Hendri F. Isnaeni dalam “Tanggal Hari Musik Nasional Diperdebatkan” yang tayang di Historia.id menulis, “menurut Soekoso DM, anggota Tim Pelurusan Sejarah WR. Supratman. Keterangan tempat dan tanggal lahir tersebut berasal dari kakaknya, Roekijem. Kemungkinan, Roekijem yang bersuami orang Belanda merasa malu, jika mengatakan Wage yang merupakan pencipta lagu “Indonesia Raya” ternyata lahir di desa.’’

“Keterangan Soekijem dituliskan Oerip Supardjo kepada Matumona, penulis biografi WR. Supratman. Namun Oerip telah meralat keterangan itu dengan menyebut bahwa Wage lahir di Somongari,” jelas Soekoso, dikutip dari Harian Kompas, 31 Desember 2008, melalui Historia.id.

Baca juga: Gawat! Pengarsipan Musik Nusantara Terancam Tamat

Berbeda dengan itu, sumber lain yang menyatakan hari kelahiran WR. Supratman adalah Konfilik di Balik Proklamasi karya ST Sularto dan Dorothea Rini Yuniarti. Dilansir dari Historia.id, “beberapa bulan menjelang kelahiran, Siti Senen, istri sersan KNIL Djoemeno Sastrosoehardjo, dikirim kemballi ke Somongari. Anak itu diberi nama Wage.”

Beberapa bulan setelah dilahirkan, Djoemeno memberi nama Supratman ke anak itu, sekaligus keterangan bahwa Wage lahir di Meester Cornelis, Jakarta. Ketika Wage ikut kakaknya, Supratijah van Eldik di Makassar, ditambahkan nama Rudolf. Dengan tujuan agar dia bisa masuk sekolah Europese Lagere School dan statusnya disamakan dengan orang Belanda.

Mengoreksi kekeliruan tersebut, Pengadilan Negeri Purworejo, Jawa Tengah, pada 29 Maret 2007, menetapkan bahwa WR. Supratman lahir pada Kamis Wage, 19 Maret 1903 di Dukuh Trembelang Sari, Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Penetapan itu meluruskan kekeliruan keterangan tempat dan tanggal lahir pencipta lagu “Indonesia Raya” itu, yakni di Mesteer Cornelis (Jatinegara), Jakarta, 9 Maret 1903.

‘’Surat permohonan perubahan tempat dan tanggal lahir WR Supratman telah berada di Sekretariat Negara di Jakarta,” kata Wakil Bupati Purworejo, Mahsun Zain, dilansir dari Historia.id yang mengutip Kompas.

Baca juga: Alasan Kenapa Bekerja di Kedai Kopi Lebih Kreatif dan Produktif

Selain dari sumber-sumber yang telah disebutkan tadi, keterangan tempat dan tanggal lahir WR. Supratman di Somongari, 19 Maret 1903 juga telah diungkap dalam film dokumenter berjudul Saksi-saksi Hidup Kelahiran Bayi Wage karya Dwi Raharja yang telah selesai digarap pada Desember 1977.

Terlepas dari adanya kekeliruan dalam penetapan tanggal yang menjadi dasar diperingatinya Hari Musik Nasional. Masyarakat sudah terlanjur mencatatnya sesuai dengan tanggal yang ditetapkan pada Keppres Nomor 10 Tahun 2013.

Hingga saat ini, belum ada pengumuman resmi atau Keppres di era presiden berikutnya yang meralat perihal tersebut. Meskipun begitu, yang terpenting dari peringatan Hari Musik Nasional adalah semakin terapresiasinya karya musik dan seniman Indonesia, agar mampu berprestasi di kancah regional, nasional maupun internasional. (Ahmad/Red)

Berita Terkait