PANDEGLANG, BINGAR.ID – Warga Kampung Rancecet, Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, mendatangi Komisi I DPRD Pandeglang, Selasa (29/11/2022).
Kedatangan mereka ini untuk mengadukan persoalan yang dialami warga perihal sertifikat tanah yang tidak kunjung diterbitkan meski sudah diurus sejak 28 tahun silam.
Salah seorang warga, Sarkim menceritakan, tahun 1994 Kepala Desa Rancapinang meminta warga untuk mengajukan pembuatan sertifikat tanah Prona ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pandeglang.
“Jumlahnya sebanyak 173 sertifikat,” ujarnya usai menyampaikan aspirasi ke Komisi I DPRD Pandeglang, Selasa (29/11/2022).
Baca juga: 326 Ribu Bidang Tanah di Pandeglang Belum Bersertifikat
Sarkim mengatakan, mulanya pengajuan itu berjalan lancar. Bahkan proses pengukuran pun dianggap akurat. Tak menaruh curiga, Sarkim pun pergi ke Jakarta untuk bekerja.
“Kemudian dari pihak BPN melakukan pengukuran tanah. Pengukuran ini memang akurat, setelah pengukuran saya berangkat kerja ke Jakarta,” kata Sarkim
Selang berapa lama, ia pulang ke kmapung halaman dan singgah di BPN untuk memeriksa status tanahnya. Saat memeriksa, dia melihat sertifikat tanah warga sudah jadi. Dia pun izin untuk memfotokopi. Sementara sertifikat asli, diserahkan lagi ke BPN.
“Saat itu saya lihat-lihat sertifikat memang sudah jadi dari BPN. Ada sekitar 80 sertifikat, terus saya minta izin untuk di foto kopi sertifikat milik bapak saya, tapi yang aslinya saya kasih lagi ke BPN,” ucapnya.
Baca juga: 80 Persen Bidang Tanah Pemkab Pandeglang Belum Bersertifikat, Alasannya Klasik
Namun setibanya di rumah, dia mendengar kabar dari pihak keluarga dan aparat Desa bahwa sertifikat Prona yang diusulkan oleh warga gugur. Dengan alasan gagal dalam pengukuran. Padahal Sarkim memegang salinan sertifikat miliknya.
“Saya aneh, padahal saya sudah lihat langsung sertifikat itu ada di BPN. Sertifikat punya bapak saya dengan nomor 15/HM/PRONA/KW-BPN/94 juga ada, sudah saya foto kopi. Tapi kata Pak Lurah sertifikatnya gugur karena salah ukur. Padahal sudah jelas udah jadi ada di BPN,” ujarnya.
Anehnya, setelah beberapa tahun, muncul seorang pria berinisial EN yang tiba-tiba mengklaim sebagai pemilik lahan warga dengan cara membawa 7 sertifikat. Padahal, lahan tersebut sudah berpuluh-puluh tahun ditempati oleh warga.
“Pria ini meminta agar warga membayar uang sebesar Rp200 ribu per meter. Saya kan aneh, padahal kami sudah lama berada di atas tanah ini, kami juga punya girik dan sering bayar SPPT ke pemerintah. Kemarin SPPT kami juga keluar,” paparnya.
Baca juga: Sepanjang Tahun 2021, 61 Orang Ditetapkan Tersangka Mafia Tanah
Warga berharap pemerintah dapat memberikan solusi pada persoalan yang terjadi di Kampung Rancecet. Dia juga meminta BPN untuk bersikap tegas dalam hal ini supaya tidak ada warga yang dirugikan.
“Kami dari masyarakat merasa resah, kedua kalau sertifikat masih ada di BPN tolong dibagikan kepada pemilik tanah. Setiap tahun kami juga bayar SPPT,” katanya.
Ketua Komisi I DPRD Pandeglang, Endang Sumantri mengaku belum bisa mengambil tindakan apapun. Dia menuturkan, pertemuan dengan warga kali ini masih bersifat silaturahmi.
“Komisi I akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak terkait seperti Kepala Desa, camat, hingga BPN,” ujarnya. (Ahmad)