Tragedi Warga Cimanggu Diterkam Buaya, Bisakah Manusia Hidup Berdampingan dengan Buaya?

Buaya di Cimanggu

Seorang warga sedang berfoto dengan seekor buaya yang diduga menerkam seorang nelayan yang sedang mencari umpan di di Sungai Cimuta, Cimanggu. (Istimewa)

PANDEGLANG, BINGAR.ID – Peristiwa warga digigit buaya yang terjadi di Desa Batuhideung, Kecamatan Cimanggu beberapa hari lalu, menimbulkan keprihatinan bagi aktivis lingkungan Pandeglang Ridwan Setiawan.

Soalnya, kejadian tersebut sudah pernah terjadi dan kini terulang kembali tanpa ada solusi. Apalagi pada kejadian kemarin, timbul korban baik dari pihak manusia maupun buaya. Padahal menurut dia, manusia sangat mungkin hidup berdampingan dan bertetangga dengan buaya atau satwa liar lainnya.

“Kuncinya hanya satu yaitu edukasi, sehingga manusia paham batas wilayah satwa liar. Dengan memahami ini maka tentu manusia tak akan merambah area-area yang menjadi wilayah satwa liar, begitu juga sebaliknya sehingga bisa meminimalisasi kontak dan konflik antara manusia dengan satwa liar, dan tidak timbul korban seperti peristiwa kemarin,” katanya kepada Bingar.id, Jumat (7/1/2022).

Baca juga: Seekor Buaya Gigit Tasru Saat Mencari Umpan Untuk Mancing

Ia melanjutkan, langkah edukasi bisa dilakukan oleh aparat kecamatan setempat bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Banten. Bentuk edukasinya bisa berupa sosialisasi atau penyuluhan kepada warga agar warga faham seluk beluk satwa liar yang menjadi tetangganya. Mulai dari ciri fisik cara hidupnya, makanannya, cara berkembang biak dan ciri-ciri habitatnya.

Ia mencontohkan, dilihat dari ciri fisiknya, buaya di Sungai Cimuta yang menggigit warga Batuhideung adalah buaya muara (Crocodilus Porosus). Satwa tersebut memiliki ukuran paling besar diantara semua jenis buaya dan bisa hidup di air tawar, payau bahkan berenang di air asin. Area habitatnya mayoritas di muara sungai hingga laut.

Baca juga: Buaya yang Terkam Warga Cimanggu Ditangkap, Kondisinya Tewas

Buaya jenis itu bersarang di semak-semak atau rawa sekitar muara sungai. Buaya muara dewasa, kata Ridwan bisa tumbuh hingga 8 meter dengan berat 200 kilogram lebih. Jenis buaya ini adalah yang paling ganas dibanding 3 saudaranya yang ukuran tubuhnya lebih kecil ketimbang buaya muara.

“Nah buaya ini biasanya kawin dimusim kemarau sehingga warga sebaiknya menjauhi area habitat Buaya Muara dimusim kawin karena dimusim ini buaya jantan menjadi lebih ganas lagi untuk menunjukkan dominasi dan kekuasannya demi memikat buaya betina. Nanti di musim penghujan juga warga sebaiknya menghindari area semak semak serta rawa di sekitar muara sungai karena biasanya disanalah buaya betina bertelur dan mengerami hingga nanti anaknya menetas,” terangnya.

Dia menambahkan selain buaya muara, ada tiga saudara jenis buaya lainnya yang hidup di Indonesia. Diantaranya Buaya Siam (Crocodilus Siamensis), Buaya Irian (Crocodilus Novaeguineae), dan buaya sapit atau biasa disebut senyulong (Tomistomo Schelgelii). Jenis buaya terakhir sangatlah unik karena bentuk moncongnya yang pipih, kecil mirip dengan alat capit.

Ridwan Setiawan alias Iwan Podol alias Abah Badak aktivis lingkungan Pandeglang. (Istimewa)

Lalu, apa saja yang menyebabkan hewan buas bisa berkonflik dengan manusia? Ridwan yang akrab disapa Iwan Podol dan Abah Badak ini menyatakan, sebab pertama adalah tumpang tindih habitat antara manusia dan satwa liar.

“Akibat tumpang tindih ini, ada sejumlah efek lainnya diantaranya terdesaknya habitat alami satwa liar sehingga pakan alami hewan itu berkurang. Sementara bila pakan alaminya berkurang secara insting satwa liar akan mencari jenis pakan lainnya dan saat mencari pakan lain itu satwa bisa berkonflik dan akhirnya menyerang manusia,” terangnya.

Oleh karena itu, solusinya selain edukasi kepada warga, pemerintah juga harus memberikan peringatan berupa papan-papan petunjuk dan peringatan bahaya di area area yang ditengarai sebagai habitat asli buaya.

Baca juga: Mengungkap Alasan Buaya Saat Ini Ukurannya Lebih Kecil dari Pendahulunya

Namun, ia menegaskan, bila memang konflik wilayah antara manusia dan hewan buas sudah semakin intens dan menimbulkan korban yang lebih banyak maka sebaiknya pemerintah mengambil langkah konservarsi dengan cara memindahkan hewan buas tersebut ke area konservasi yang jauh dari manusia sehingga hewan selamat begitupun dengan manusianya.

Diberitakan empat hari lalu sekira pukul 12.30 WIB, seorang warga Desa Batuhideung, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang bernama Tasru diserang oleh seekor buaya muara saat mencari udang untuk umpan memancing di Sungai Cimuta. Akibatnya kaki kiri nelayan itu terluka parah.

Beruntung ia bisa lari dan segera mendapatkan pertolongan medis. Warga yang kesal, tak lama dari persitiwa itu langsung memburu dan menangkap buaya di Sungai Cimuta dan akhirnya tertangkap satu ekor buaya. Sayang, pasca-ditangkap warga, satwa yang dilindungi itu kemudian mati. (Chandra Dewi)

Berita Terkait