PANDEGLANG, BINGAR.ID – Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Kabupaten Pandeglang, Mujizatullah Gobang Pamungkas menilai, saat ini Pandeglang masuk pada katagori Kabupaten Tidak Ramah Anak (KTRA), akibat tingginya angka kekerasan terhadap anak, yang ada hingga saat ini.
Menurut Gobang, bahwa ini menjadi bukti ketidak becusan, maupun ketidak seriusnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang, dalam menyikapi persoalan kasus kekerasan terhadap anak. Seperti halnya data jumlah kasus yang sempat dilansir oleh UPT PPA DP2KBP3A Pandeglang, yang mencatat sejak awal Januari hingga Juli 2024, ada sekitar 31 kasus kekerasan anak di Pandeglang ini.
Baca Juga : Komnas HAM Usul Tahapan Pilkada Serentak Ditunda
“Dari data UPT PPA saja, ada 31 korban kekerasan anak per Januari hingga Juli 2024 ini, yang satu diantaranya meninggal dunia akibat kekerasan fisik (Buli). Sementara kekerasan dalam bentuk seksual, merupakan jenis kekerasan anak yang paling dominan terjadi di Pandeglang ini,” ungkap Gobang, Rabu 24 Juli 2024.
“Maka dari itu, kami dari Komnas PA menyimpulkan bahwa ini merupakan bukti, bahwa sebetulnya Pemkab Pandeglang ini, paling tidak serius dalam menyikapi kasus kekerasan terhadap anak tersebut,” sambungnya.
Salah satu indikator yang menurut Ketua Komnas PA bahwa Pandeglang tidak serius dalam menangani persoalan kasus kekerasan terhadap anak itu, yakni belum adanya kebijakan yang benar-benar bisa memberi perlindungan secara nyata terhadap anak, terlebih dalam bentuk regulasi, atau prodak hukum setingkat Peraturan Daerah (Perda)
Baca Juga : Refleksi Akhir Tahun 2022 : Catatan Kekerasan Anak Di Kabupaten Pandeglang Masih Tinggi
“Salah satu buktinya, sampai saat ini Pemkab Pandeglang belum memiliki regulasi yang jelas terkait perlindungan anak tersebut. Dan sampai hari ini juga, perhatian Kepala Daerah (Bupati) sangat minim sekali terhadap korban-korban kekerasan terhadap anak,” jelasnya.
Minimnya perhatian tersebut, Gobang mengatakan, bahwa terlihat saat ini masih banyak korban kekerasan anak yang merasa bingung dan cenderung terabaikan setelah korban tersebut melaporkan ke pihak kepolisian.
“Mungkin kasusnya sampai meja hijau. Tapi setelahnya, secara sosial korban ini bagaimana? Mungkin ada yang sampai berhenti sekolah, ada yang pindah begitu. Nah itu kan perlu perhatian secara khusus dan mendalam dari Pemerintah Daerah, khususnya politicalwil dari kepala daerahnya (Bupati),” tegas Gobang.
Baca Juga : Atasi Persoalan Kekerasan Seksual, Perlu Keterlibatan Pentahelix
Untuk itu, Gobang meminta kepada Pemkab Pandeglang untuk segera membentuk satgas perlindungan terhadap anank. Melalui satgas tersebut, nantinya sejumlah pihak bisa bekerja bersama untuk menangani persoalan kekerasan terhadap anak.
“Yang terpenting, satgas tersebut juga harus dimasukkan semua unsur pentahelix, mulai dari pemerintah, tokoh masyarakat, ulama, APH, Komnas PA, pekerja sosial dan media, agar benar-benar bisa menangani kasus kekerasan terhadap anak, lebih komprehensif, serta imparsial,” harapnya.
Sementara, Kepala UPTD PPA DP2KBP3A Pandeglang, Mila Oktaviani mengungkapkan, bahwa fenomena tingginya kasus kekerasan terhadap anak ialah pola asuh orang tua dan penggunaan gadget.
Selain itu, kebanyakan para pelaku juga merupakan orang dekat korban. Mulai dari paman, kakek, pacar, orang tua, atau saudara
“Jumlah kekerasan terjadi biasanya di bawah usia 18 tahun, artinya masih di bilang usia anak-anak. Langkah untuk menekan kekerasan terhadap anak, perlu adanya kerjasama dengan stakeholder lain untuk melakukan sosialisasi pentingnya (mencegah) kekerasan pada anak, dan perempuan,” ujarnya singkat. (Sandi)