SERANG, BINGAR.ID – Salah satu pulau berpenduduk yang ada di Provinsi Banten, yakni Pulau Tunda, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, mulai malam ini tidak akan ada lagi penerangan, karena Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang ada, terkendala oleh tingginya biaya Bahan Bakar Motor (BBM).
Kondisi ini sebenarnya sudah berlangsung cukup lama, namun karena keterpaksaan dan tidak adanya alternatif tenaga penerangan lainnya, mengakibatkan warga yang ada di Pulau Tunda tersebut, harus mengeluarkan biaya cukup tinggi setiap harinya, guna membeli BBM jenis Solar untuk mesin PLTD.
Baca Juga : Dukungan Pelestarian Terumbu Karang, Bendera SDGs Banten Berkibar di Dasar Laut Pulau Tunda
Hal ini disampaikan Sobri, salah seorang warga Pulau Tunda yang mengatakan, bahwa kondisi PLTD mulai hari Senin 1 September 2025 ini, tidak bisa lagi dioperasionalkan, atau tidak bisa menyalurkan aliran listrik pada warga, akibat tidak ada biaya untuk membeli BBM jenis Solar.
“Salah satu faktor penyebab PLTD hari ini tidak bisa menyala, akibat tidak ada lagi biaya untuk membeli Solar. Sebab banyak warga disini yang nunggak bayar bulanan, untuk menutupi biaya pembelian Solar setiap harinya. Jadi mau tidak mau, malam ini warga di Pulau Tunda harus gelap-gelapan,” ungkap Sobri.
Baca Juga : 2024 Ini, Pulau Tunda Jadi Target Transplantasi Terumbu Karang PT Telkom Indonesia
Dikatakannya juga, bahwa biaya iuran warga untuk kebutuhan PLTD di Pulau Tunda itu, sebenarnya tidak terlalu tinggi, bila dibayar secara rutin per bulannya, yang menurutnya tidak lebih dari Rp90 ribu / bulan / KK.
“Untuk operasional PLTD, baik untuk biaya perawatan, maupun pembelian BBM Solar, terbilang cukup tinggi. Tapi bila dibagi pada warga disini yang menggunakan aliran listrik, sebenarnya tidak terlalu mahal. Bila dirata-rata, per hari warga hanya cukup mengeluarkan biaya Rp3000,- saja, dikali 30 hari yakni Rp90 ribu per bulan. Tapi beberapa bulan ini, banyak yang nunggak, makanya mulai hari ini PLTD tidak bisa menyala,” tambahnya.
Baca Juga : Beragam Kegiatan Edukasi Terumbu Karang Digelar Dalam Program TJSL di Pulau Tunda
Maka itu, Sobri berharap pemerintah setempat bisa memberikan solusi atas kondisi warga di Pulau Tunda yang kesulitan penerangan. Karena selama ini, penerangan warga di Pulau Tunda yang menggunakan PLTD itu, dikelola oleh warga dengan cara bergotong royong, serta pembatasan penggunaan listrik tidak lebih dari 12 jam, yakni dari jam 18.00 WIB hingga jam 06.00 WIB.
“Semoga pihak pemerintah bisa memberikan solusi untuk mengatasi masalah kami saat ini, sehingga layanan penerangan dapat terus berjalan dengan normal. Dan semoga juga, pemerintah kabupaten, provinsi maupun pusat, punya empati dan kesadaran, kalau kami warga Pulau Tunda, juga rakyat Indonesia,” pungkasnya. (Adytia)