LEBAK, BINGAR.ID – Selain mengeluarkan prosiding simposium tentang kisah Saidjah-Adinda “Manis tapi Tragis”, tim Pengelolaan Pengetahuan Festival Seni Multatuli (FSM) 2021 juga menelurkan buku digital berjudul Gema Angklung Buhun Baduy: Asal-Usul, Makna, dan Pelestariannya.
Buku ini menjadi “buah tangan” dari gelaran Festival Seni Multatuli (FSM) 2021: Tunggul Buhun yang dilaksanakan secara virtual pada 4 hingga 10 Oktober 2021 kemarin.
Baca juga: FSM Rilis Prosiding Simposium Kisah Saidjah-Adinda dalam “Manis tapi Tragis”
Buku tersebut mencoba menjelaskan seni tradisi Angklung Buhun di Baduy yang berkaitan dengan siklus dan ritual penanaman padi, yang diyakini sebagai seni tradisi paling tua yang ada di Kabupaten Lebak.
Direktur Pengelolaan Pengetahuan, Hendra Permana mengaku, penerbitan buku hasil riset ini merupakan upaya untuk menghadirkan narasi mengenai Angklung Buhun Baduy, termasuk upaya untuk mendokumentasikannya.
“Karena sejauh ini Pemerintah Lebak belum pernah melakukan pendokumentasian ataupun riset mengenai seni tradisi Angklung Buhun. Padahal Angklung Buhun merupakan salah satu Warisan Budaya Tak Benda Nasional yang ditetapkan pada tahun 2015 di Kenya,” beber Hendra Permana.
Baca juga: Festival Seni Multatuli Gelar Diskusi Buku Bertema Wabah
Buku yang menjadi salah satu luaran produk FSM 2021 ini membahas Angklung Buhun Baduy, mulai dari asal-usul, ranah penggunaan, cara pembuatan, hingga pendokumentasian lagu-lagu yang terdapat di tradisi angklung buhun Baduy. Buku Gema Angklung Buhun Baduy: Asal-Usul, Makna, dan Pelestariannya dapat diunduh secara gratis di laman resmi Festival Seni Multatuli.
Tidak hanya itu, lagu Angklung Buhun Baduy dalam buku tersebut, seperti Yandu Bibi, Ngasuh dan Ayun-Ayunan yang didokumentasikan oleh tim Pengelolaan Pengetahuan juga diolah menjadi aransemen musik tradisi bercorak modern bertajuk Buhunna Sora dengan melibatkan Ismet Ruchimat, Parwa Rahayu, Rendy Aminuddin, Izze Robby, dan 25 musisi Lebak. (Ahmad/Red)