LEBAK, BINGAR.ID – Semangat kaum buruh tani di Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, saat memasuki musim panen padi mulai luntur, tersisa kegundahan karena keberadaan mesin combine untuk memotong padi.
Sudah 3 tahun terakhir, hampir seluruh sawah milik petani di Kecamatan Wanasalam dipanen dengan menggunakan mesin combine. Sehingga secara tidak langsung membuat penghasilan buruh tani tersingkir.
Ditambah kebanyakan mesin combine yang menggarap sawah, seperti di Desa Bejod, Kecamatan Wanasalam bukan asli mesim milik kelompok tani (Poktan). Melainkan, combine hasil sewaan pengusaha yang mengambil dari daerah luar. Sepeti Lampung dan lainnya.
Salah seorang buruh tani, Sardi (48) mengaku sedikit kehilangan pendapatan, semenjak adanya combine. Padahal, saat musim panen tiba hasil dari kuli memanen padi bisa menutupi kebutuhan keluarga nya.
“Kalau ikut panen padi sebelum ada combine lumayan pendapatan bertambah.
1 kilogram padi itu dibayar Rp600 perak. Kalau misalkan sehari hasil sendiri dapat 3 atau 4 ton saja sudah berapa. Kan lumayan bisa membantu kebutuhan ekonomi,” kata Sardi, Selasa (27/04/2020).
Meski demikian, combine memiliki kelemahan seperti tidak bisa memanen padi yang terserang hama hingga layu. Biasanya, padi seperti itu membutuhkan tenaga panen secara manual, karena jika menggunakan combine sangat sulit terjangkau.
“Sekarang juga sih ada saja kalau panen. kan tidak semua sawah itu bisa digarap combine. Soalnya ada saja sawah yang kondisi padinya itu tidak bagus kalau udah rata dengan tanah kan padinya kena penyakit combine itu tidak bakalan mau. Jadi itu ya paling kami para buruh yang panennya,” ucapnya.
Hal senada dikatakan Nasir, seorang buruh tani di Desa Bejod, ia mengaku memang saat ini sudah tidak banyak pemilik sawah yang memanen padi dengan menggunakan jasa buruh tani.
Karena menurutnya, gabah yang dipanen menggunakan combine lebih berat dan berisi dibandingkan dengan hasil buruh. Karena, dalam satu karung gabah saja bisa menghasilkan berat kurang lebih 60 kilogram.
“Ya pasti beratnya beda. karena, kalau pakai mesin itu kan gabah yang tidak berisi terbang sendiri, tidak mau dia itu ikut ke mesin dan masuk ke karung. Yang ada di karung itu ya buah yang jelas isi beras semua. Sudah pasti beratnya juga ya beda,” katanya.
Nasir juga turut merasakan menurunnya mata pencaharian semenjak ada combine. Meski demikian, dia juga meyayangkan combine yang datangkan untuk menggarap padi bukan milik Poktan asal Kecamatan Wanasalam.
“Berkurang sih ya sudah jelas berkurang. Tapi sayang saja. Karena combine yang biasa garap sawah petani Desa Bejod itu bukan milik petani sini kebanyakan pengusaha itu sewa semua,” pungkasnya. (Syamsul/Red)