BINGAR.ID – Badan Antariksa Amerika (NASA) merilis gambar Gunung Anak Krakatau (GAK) saat erupsi pada 10 April 2020 dari jarak dekat menggunakan satelit Terra.
Fenomena erupsi GAK berhasil diidentifikasi menggunakan metode Operational Land Imager (OLI) dan Multi-angle Imaging Spectroradiometer (MISR).
Baca juga: Gunung Anak Krakatau Kembali Meletus Malam Ini
Berdasarkan bidikan kedua metode tersebut, terlihat gumpalan plume (fase asap) yang menjulang tinggi dan berwarna putih bersih.
Menurut NASA, asap berwarna putih itu mayoritas berisi uap dan gas. Lalu muncul juga material berwarna merah yang ditandai dengan infrared signature yang diyakini merupakan batuan cair GAK.
Baca juga: Terdengar Dentuman di Jabodetabek Diduga Dari Letusan Gunung Anak Krakatau
Ahli Vulkanologi Goddard Space Flight Center NASA, Verity Flower mengatakan satelit Terra pun berhasil mengidentifikasi gumpalan asap yang lebih gelap dan disinyalir mengandung partikel abu.
“Asap gelap kemungkinan mengandung partikel abu yang lebih berat sehingga jaraknya lebih rendah dibanding asap putih lalu dibawa angina ke utara. Sebaliknya, asap yang mengandung uap dan gas bobotnya lebih rendah dan mengembun dengan cepat di atmosfer,” kata Flower dikutip dari laman resmi NASA seperti dilansir Science Alert.
Baca juga: Video : Gunung Anak Krakatau Meletus, Warga Jangan Panik!
Sebetulnya, tak hanya GAK yang mengalami erupsi, ada lima gunung berapi lain juga erupsi dalam waktu hampir bersamaan, yaitu Gunung Kerinci (Pulau Sumatra), Gunung Merapi dan Semeru (Pulau Jawa), Gunung Ibu dan Dukono (Maluku).
Ahli vulkanologi sekaligus Mantan Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Surono sempat mengatakan bahwa fenomena letusan enam gunung api di Indonesia itu hanya kebetulan.
“Menurut saya tidak ada kaitannya, dan bisa diartikan hanya kebetulan saja,” kata Surono pada Sabtu, 11 April 2020.
Baca juga: Senin Malam, Gunung Anak Krakatau Erupsi Lagi
Selain itu ada juga fenomena dentuman yang dirasakan warga Jabodetabek usai enam gunung berapi meletus.
Banyak kalangan menilai bahwa dentuman itu berasal dari erupsi GAK, namun hal ini dibantah oleh Kepala Bidang Mitigasi PVMBG Wilayah Timur, Devy Kamil Syahbana. Ia menjelaskan ambruknya dapur magma itu biasanya terjadi untuk erupsi-erupsi dengan skala besar. Devy mengatakan erupsi yang terjadi di GAK berskala kecil.
“Perlu diketahui suara dentuman adalah fenomena yang umum saat terjadi erupsi gunung api. Tidak semua erupsi menghasilkan dentuman, tergantung mekanisme dan faktor akustik. Dentuman sendiri tidak merefleksikan besar kecilnya erupsi,” kata Devy. (Ahmad/Red).