Kemenag Petakan Kurikulum Pesantren

Ilustrasi Pondok Pesantren (Istimewa)

BINGAR.ID – Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) sedang memetakan model kurikulum pondok pesantren untuk tingkat Ula, Wustho, dan Ulya, di Jakarta.

Direktur PD Pontren Waryono mengungkapkan bahwa kurikulum memegang peranan yang sangat penting. “Karenanya kurikulum setidaknya harus memiliki tujuh fungsi,” ungkap Waryono, seperti yang dikutip dari laman Kemenag.go.id, Rabu (19/8/2020).

Pertama, fungsi kesesuaian. Menurutnya, kurikulum harus memiliki kesesuaian, yaitu sesuai dengan kebutuhan, sesuai kebutuhan zaman. Misalnya fiqih toharoh, meskipun kitabnya memakai kitab safinah, tapi harus sesuai dengan keadaan.

Kedua, fungsi integrasi. Menurutnya, kurikulum harus disesuaikan dengan konteksnya. Kurikulum harus bisa membantu mendekatkan pengetahuan santri dengan masyarakat.

“Karena kalau kurikulum tidak bisa membantu santri mengenali kebutuhan masyarakatnya, itu akan menjadikan santri terasing dan berpotensi menjadi eksklusif,” imbuh Waryono.

Ketiga, Fungsi diferensiasi, pembeda. “Kurikulum harus mengakomodir spesialisasi keilmuan Kiai. Ini memang beda, tapi hal demikian justru bisa menjadi kekhasan pesantren,” kata Waryono.

Keempat, fungsi menyiapkan santri untuk bisa berkiprah dan hidup di masyarakat. Menurutnya, kurikulum harus membantu santri mempersiapkan diri sebelum terjun ke masyarakat.

Kelima, fungsi pemilihan. Santri bisa memilih kurikulum yang disediakan pesantren yang televan dengan dirinya. Waryono berkisah, dulu, di banyak pesantren ada banyak Kiai sehingga santri bisa milih mau ikut mengaji ke tempat kiai siapa.

Keenam, fungsi diagnostik. Kurikulum harus bisa mendiagnosa perubahan yang terjadi di masyarakat. “Pandemi ini mengajarkan kepada kita untuk lebih pintar beradaptasi dengan keadaan,” terangnya.

“Karenanya kurikulum harus bisa mendiagnosa perubahan zaman agar para santri bisa beradaptasi untuk bertahan hidup,” sambung Waryono.

Ketujuh, fungsi dialogis. Kurikulum menurutnya harus bisa mendialekkan antara isi kitab yang ditulis pada abad 5 hijriah dengan peristiwa yang terjadi belakangan ini.

Acara pemetaan kurikulum ini diikuti perwakilan 10 pesantren salaf yang ada di Jakarta dan Jawa Barat, serta para Kasubdit di lingkungan Direktorat PD Pontren. (Ahmad/Red)

Berita Terkait