SERANG, BINGAR.ID – Perayaan Hari Musik Nasional tahun 2021, dipastikan tanpa euforia yang biasanya berlangsung untuk merayakan hari bersejarah itu. Pandemi yang tak kunjung reda, menjadi alasan berbagai kalangan untuk menahan diri menyambut Hari Musik Nasional dengan pertunjukkan.
Tahun lalu, peringatan Hari Musik Nasional masih bisa dilangsungkan disebagian besar daerah di Indonesia, mengingat penyebaran Covid-19 belum menjalar hingga semua lini. Namun tahun ini, ribuan musisi harus gigit jari.
Baca juga: Hari Musik Nasional 9 Maret dan Kontroversinya
Sejak ditetapkan sebagai pandemi, industri hiburan menjadi salah satu sektor yang paling kritis terdampak pandemi Covid-19. Petunjukan seni atau konser yang biasanya menjadi media musisi menyalurkan kreativitasnya harus dibatasi. Akibatnya hal itu memengaruhi tidak cuma soal pendapatan, tapi juga ruang mereka dalam berekspresi.
Hal itu juga dirasakan oleh sejumlah musisi di Banten. Mereka harus memutar otak untuk menjaga kreativitas mereka bisa tetap tersalurkan meski diberlakukan berbagai pembatasan.
Vokalis band metal asal Kota Serang, Pray For Last Night, Paras Nugraha, situasi yang terjadi saat ini begitu cepat sehingga tidak semua siap menghadapinya, termasuk teman-teman musisi yang acapkali mengandalkan pertunjukan langsung dalam menyalurkan energi berekspresi.
“Menyikapi situasi sekarang, banyak banget hambatan. Tapi banyak juga yang harus kita sabari dan syukuri,” katanya.
Pembatasan sosial yang menyebabkan ditiadakannya pertunjukkan, membuat musisi harus membiasakan diri dengan konsep musik virtual. Namun diakuinya bahwa hal tersebut tidak cukup membantu teman-teman musisi di daerah. Karena antusiasme penonton yang berbeda dengan pertunjukkan langsung.
“Yang kita butuhkan tentu kegiatan. Kita rindu dengan atmosfer di panggung dengan suasana penonton yang asli,” ucap Paras.
Baca juga: Sejumlah Manfaat Musik Bagi Anak, Melatih kedisiplinan Hingga Terapi
Kesulitan musisi seperti dirinya yang berkembang di industri arus pinggir, juga tidak menjadi perhatian pemerintah. Nyaris setahun pandemi berlangsung, tidak ada perhatian pemangku kebijakan untuk teman-teman musisi.
“Memang selama pandemi banyak yang terkendala dengan perizinan karena kendala dengan situasi. Intinya sih kita belum dapat apa-apa dari pemerintah. Paling kita manfatkan media dan platform yang mendorong kita untuk maju,” tegas Paras.
“Tapi dengan keadaan ini, kita cuma bisa berdoa dan berusaha tetap bertahan. Fight the pandemic, do the best, dan jangan pernah menyerah,” serunya optimistis.
Rendy Maulana, vokalis grup musik etnik folk asal Rangkasbitung, Lebak merasakan hal serupa. Ia tidak memungkiri pandemi membuat mental sejumlah musisi terpukul. Hampir satu tahun pandemi melanda, namun hingga kini belum juga ada tanda-tanda kapan situasi ini akan mereda.
“Takut sih, kadang bimbang juga. Karena sebelum pandemi, perjalanan Beranda Rumah mulai menanjak dengan jadwal panggung yang cukup banyak bahkan kami sudah berpikir ke depannya bakal bagus. Tapi ternyata dihantam oleh corona,” keluhnya.
Baca juga: APMI dan Kemenparekraf Bahas Pedoman Penyelenggaraan Event saat Pandemi
Rendy mengaku, di tengah pandemi ia terpaksa mengalihkan aktivitasnya menjadi seorang perencana konten disebuah kedai di Rangkasbitung. Sementara bandnya, juga berusaha tetap produktif, meski sejak pandemi jadwal panggung mereka harus dibatalkan. Beruntung bandnya masih bisa menghasilkan album perdananya beberapa waktu lalu berjudul Sabarima.
“Langkah kami untuk melewati ini, cukup bersabar terus tetap produktif, aktif supaya orang-orang tahu bahwa kami masih ada,” ucap pria yang baru saja membentuk project solo bernama Djoni Cobra itu.
Perih, adalah ungkapan yang pertama diutarakan Frontman kolektif musik Punk Rock asal Cilegon, Valiant Kullo, Valian Al Amin menyikapi situasi saat ini yang tak menentu. Bahkan ia menceritakan sempat bingung kala pandemi menghantam industri hiburan.
“Perih. Bingung. Gimana yang biasanya latihan terus manggung, tapi sekarang enggak bisa. Jadi bingung mau seperti apa. Mau tidak mau harus mengikutinya untuk kebaikan semuanya,” tuturnya.
Baca juga: Kemenparekraf Tekankan Pentingnya Pemahaman Tata Suara Dalam Pertunjukan
Namun, pria yang akrab disapa Kulo itu menilai, kondisi ini seharusnya bisa dimanfaatkan oleh musisi untuk terus berkarya. Sebab saat pandemi berakhir, mereka sudah memiliki materi yang siap edar.
“Ini sebetulnya kesempatan bagi musisi untuk terus berkarya bikin lagu di rumah, rekaman. Sewaktu-waktu pandemi berakhir, sudah banyak karya yang tercipta,” cetus penulis antologi puisi “Batas Waktu” itu.
Musisi masa depan Banten ini pun mengajak rekan-rekannya yang seprofesi, untuk tetap optimistis meski dihantui ketidakpastian. Hal itu semata-mata mempertahankan idealisme dalam berkarya sehingga tidak dikalahkan oleh keadaan. (Ahmad/Red)