PANDEGLANG, BINGAR.ID – Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) Pandeglang mengapresiasi dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Apalagi pemerintah yang sejak tahun 2016 juga menetapkan kekerasan seksual terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa setara dengan kejahatan narkoba, korupsi dan terorisme.
Regulasi itu dinilai menjadi salah satu fondasi penting upaya perlindungan anak di seluruh Indonesia. Termasuk di Kabupaten Pandeglang. Namun nyatanya, hal regulasi saja belum cukup melindungi anak dari bayang-bayang predator anak.
Baca juga: Selama Pandemi, Kasus Kekerasan Anak di Pandeglang Meningkat
Sakti Peksos Pandeglang sekaligus pegiat perlindungan anak, Ahmad Subhan menjelaskan, selain regulasi perlindungan anak yang tegas, dibutuhkan upaya lain untuk melindungi anak-anak Indonesia dari segala macam bentuk kekerasan yaitu sebuah blueprint atau cetak biru perlindungan anak yang konkret dan komprehensif.
Bahkan menurutnya, para predator anak yang korbannya lebih dari satu dan mengakibatkan korban menderita luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, hukuman mati menanti.
“Januari 2021 saja sampai sekarang bulan Mei 2021 Peksos sudah hampir menangani kasus sekitar 25 kasus dengan berbagai jenis kasus pelecehan yang dimana anak menjadi korban,” ujarnya, Senin (31/5/2021).
Ahmad mengungkapkan, cetak biru perlindungan anak yang konkret, implementatif, dan komprehensif dibutuhkan agar semua elemen bangsa bergerak bersama untuk melawan segala bentuk kekerasan terhadap anak. Bukan hanya Peksos, akan tetapi pihak-pihak lain juga ikut serta dalam upaya perlindungan anak.
Baca juga: Tekanan Mertua Picu Peningkatan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Banten Selama Pandemi
Bukan hanya itu, cetak biru perlindungan anak berguna sebagai panduan dan landasan bagi pemerintah, serta pemerintah daerah dan pemangku kepentingan anak lainnya termasuk masyarakat luas dalam pembuatan kebijakan dan implementasi program perlindungan anak yang terarah dan efektif.
“Persoalan perlindungan anak ini kan yang cukup kompleks dan multidimensi. Karenanya bangsa ini perlu kerangka kerja terperinci sehingga langkah-langkah perlindungan anak bisa fokus dan didukung oleh keberpihakan anggaran yang selama ini harus diakui belum maksimal. Cetak biru ini juga menjadi panduan bagi pemangku kepentingan anak untuk berkolaborasi menciptakan Indonesia yang ramah anak,” tutupnya. (Sajid/Red)