JAKARTA, BINGAR.ID – Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun 2021, bisa saja tidak naik, atau bahkan mengalami penurunan. Adalah Dewan Pengupahan Nasional yang mengusulkan beberapa poin terkait UMP tahun depan. Salah satunya membahas soal upah minimum tahun depan.
Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) Adi Mahfudz mengatakan, saat ini aturan yang digunakan merupakan PP Nomor 78 tahun 2015. Jika mengacu pada aturan tersebut, nilai upah minimum akan mengalami penurunan karena mengacu pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Baca juga: Miris! Gaji Guru Madrasah di Pandeglang Rp50 Ribu Per Bulan
Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia diramal akan tetap minus pada akhir tahun nanti. Adapun angka inflasi dari Januari hingga September tahun ini saja baru mencapai 0,89% setelah tiga bulan secara berturut-turut mengalami deflasi.
Jika mengacu pada aturan tersebut atau dilihat pada Kebutuhan Hidup Layak, maka upah minimum dibeberapa daerah akan mengalami penurunan. Salah satu yang mungkin terjadi adalah di DKI Jakarta dan juga Karawang.
“Saat ini tentunya masih sesuai formula PP 78/2015 maka nilai Upah Minimum (UM) akan turun karena inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang negatif, kalau sesuai KHL ya konsekuensinya daerah seperti DKI dan Karawang ya akan turun nilainya,” ujarnya, Senin (19/10/2020).
Baca juga: Gaji Direktur Kartu Prakerja Capai Rp77,5 Juta Per Bulan
Namun begitu, ada beberapa opsi sebenarnya yang diusulkan oleh Dewan Pengupahan Nasional. Misalnya, upah minimum pada tahun 2021 sama dengan sebelumnya bagi perusahaan yang terdampak pandemi.
Kemudian yang kedua adalah upah minimum 2021 bagi perusahaan yang tidak terdampak, bisa melakukan penyesuaian secara bipartit antara pengusaha dan buruh. Penyesuaian secara Bipartit ini maksudnya adalah menyesuaikan kemampuan dari keuangan perusahaan itu sendiri.
Apalagi saat ini perekonomian sedang sulit akibat adanya pandemi. Maka perusahaan juga harus melihat arus kasnya agar tetap bisa beroperasi sehingga tidak ada tenaga kerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau dirumahkan.
“Tergantung dari kemampuan perusahaan sejatinya yang dapat mengukur mampu tidak perusahaan adalah internal perusahaan itu sendiri dalam arti cashflow yang merupakan urat nadi jalan tidaknya operasional perusahaan bukan semata-mata dari inflasi atau pertumbuhan ekonomi itu sendiri yang merupakan indikator ekonomi makro,” jelasnya.
Baca juga: Pandemi Corona, Menaker Minta Gubernur Lindungi Upah Buruh
Meskipun begitu lanjut Adi Mahfudz, keputusan berada di tangan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Karena pihaknya hanya sebatas mengusulkan sebagai pertimbangan penetapan upah minimum.
“Menaker segera menerbitkan Surat Edaran atau Permenaker. Depenas, Deperprop, kota dan Kabupaten hanya sebatas merekomendasikan,” kata Adi. (Ahmad/Red)