BINGAR.ID – Birdwatching atau birding, adalah sebuah kegiatan yang biasa dilakukan oleh seorang, maupun sekelompok orang untuk melihat, atau mengamati spesies burung liar yang berada di kawasan hutan tropis dengan mata telanjang ataupun melalui perangkat tambahan visual, seperti teropong binokular maupun monokular, sebari mendengarkan kemerduan suara kicaunya.
Kegiatan Birdwatching yang merupakan bagian dari wisata alam tersebut, memang tidak sepopuler wisata alam lain pada umumnya. Namun jenis wisata yang umumnya dilakukan oleh para pecinta alam liar, serta pecinta keindahan fauna jenis unggas ini, lebih banyak digandrungi oleh wisatawan manca, seperti wisatawan dari Amerika, Eropa, maupun dari Australia.
Para wisatawan Birdwatching yang biasa dipanggil dengan sebutan Birdwatcher tersebut, dalam berwisata biasanya memakan waktu panjang, bahkan lama tinggal hingga berminggu-minggu ketika mendatangi suatu tempat “long of stay”. Pasalnya, waktu pengamatan fauna jenis unggas itu, idealnya dilakukan pada pagi hari antara pukul 05.00 – 10.00 dan atau sore hari antara pukul 15.00 – 18.00.
Salah seorang penggiat Birdwatching, atau biasa menjadi pemandu para Birdwatcher di kawasan hutan lindung yang ada di wilayah Kabupaten Pandeglang, khususnya di Taman Hutan Rakyat (Tahura) Carita, Pandeglang, Roman, mengatakan. Bahwa dirinya telah menggeluti hobi Birdwatching ini sejak tahun 2008 lalu, dan Tahura adalah salah satu spot terbaik yang ada di Pandeglang, yang banyak digandrungi oleh para komunitas Birdwatching.
“Saya pertama kali menggeluti kegiatan Birdwatching ini, sejak 2008. Dan untuk wilayah Pandeglang, tempat yang biasa kami datangi adalah kawasan hutan di Carita, atau yg lebih populer di Forum Internasional Pengamatan Burung Dunia, dikenal dengan nama Carita Forest, atau saat ini disebut dengan nama Tahura Carita, yang sudah Go Internasional,” ungkap Roman, Kamis (12/3/2020).

Dikatakannya juga, bahwa Kawasan Tahura tersebut, sebenarnya adalah spot terbaik bagi para pecinta Birdwatching ini, karena di kawasanan itu terdapat sedikitnya 8 jenis spesies yang mudah ditemui. Namun sejak tahun 2015, jumlahnya mulai menurun hingga menyisakan sekitar 5 spesies lagi, itu pun tergolong sulit untuk dapat diamati, lantaran jumlahnya pun diperkirakan berkurang.
“Sayangnya atau naasnya, burung burung endemik Jawa yang mudah ditemui dikawasan tersebut, mulai kini berangsur langka, bahkan ada beberapa pengamat malah menyaatakan sebagian dari jenis-jenis itu mulai punah. Jelas faktor peyebab utamanya adalah manusia juga, terutama para perburuan dan penangkapan burung liar untuk diperjual belikan,” tambahnya.
Roman pun kembali menegaskan, bila perburuan dan penangkapan burung-burung tersebut tetap dibiarkan, dirinya meyakini kepunahan terhadap spesis unggas itu akan semakin cepat terjadi. Maka itu, Roman berharap adanya campur tangan pemerintah, untuk tetap menjaga kelestarian ekosistem tersebut.
“Bila ini tidak segera disikapi, maka kedepan anak cucu kita mungkin tdk akan pernah lg melihat burung-burung tersebut. Belum lagi efek ekosistim lingkungn yang dapat dipastikan akan terganggu, karena tidak ada lagi pemangsa atau pemakan ulat dan hama di hutan, maupun di kebun-kebun, sebagai bagian dari rantai ekosistem,” ungkapnya lagi.
Melihat kondisi tersebut, saat ini Roman bersama sejumlah kader pecinta burung liar, sedikit demi sedikit mulai mensosialisasikan dan memberikan himbauan, serta melakukan pengamatan secara berkesinambungan terhadap masyarakat, maupun keberadaan spesies burung yang ada dikawasan Tahura khususnya.
“Tapi bagaimanapun langkah yang kami ambil, tanpa dukungan dari pemerintah akan sia-sia. Dibutuhkan tindakan tegas dari aparatur terkait untuk para penangkap burung liar di kawasan hutan, agar keseimbangan alam dan kelesatrian burung-burung yang tersisa, tetap terjaga keberadaanya,” harapnya. (Deden/Red)