PANDEGLANG, BINGAR.ID – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia menyebut bahwa pandemi Covid-19 menambah beban potensi kerawanan pada Pilkada Serentak 2020. Soalnya, pandemi membuat sebagian orang enggan berkumpul yang membuat informasi Pilkada bisa tidak tersampaikan.
“Pandemi menambah beban kerawanan Pilkada. Misalnya kalau ada daerah yang positif Covid, maka potensi keengganan orang untuk berjumpa berkumpul semakin tinggi,” ujar Anggota Bawaslu RI Divisi Pengawasan Muhamad Afifuddin usai meresmikan posko pengaduan netralitas ASN di Bawaslu Kabupaten Pandeglang, Selasa (21/7/2020).
Dia menjelaskan, penambahan beban itu juga karena munculnya biaya-biaya penanganan Covid-19 yang dapat dimanfaatkan oleh peserta Pilkada, khususnya dari petahana. Belum lagi mengenai bantuan Covid-19 yang berpotensi dipolitisasi.
“Misalnya saja bantuan untuk korban Covid, kalau tidak dipantau kadang-kadang dimanfaatkan untuk dipolitisasi oleh petahana dalam memberikan bantuan tersebut. Kan sudah juga banyak kejadian,” ungkapnya.
Tidak sampai disitu, beban lain yang ditimbulkan akibat pandemi adalah mengenai penerapan protokol kesehatan. PKPU mengamanatkan bahwa pelaksanaan Pemilu harus memperhatikan protokol kesehatan seperti penggunaan masker dan penyanitasi tangan. Hal itu tentu membutuhkan tambahan biaya.
“Dalam konteks ini beban tambahannya adalah penyediaan alat itu pasti ada kebutuhan logistiknya. Kita tahu KPU menganggarkan Rp4,7 triliun. Sekitar Rp500 miliar itu hanya untuk APD,” sebutnya.
“Memang yang harus kita pahami adalah situasi Pilkada dalam pandemi ini menambah pembiayaan Pilkada dari segi mengikuti protokol kesehatan. Karena kesehatan warga dan penyelenggara itu bagian prasyarat kita melanjutkan Pilkada,” sambung Affifudin.
Maka dari itu, Bawaslu mengingatkan penyelenggara Pemilu untuk meningkatkan pengawasannya. Mengingat beban pengawasan juga bertambah seiring dengan pelaksanaan pesta demokrasi di tengah pandemi.
Dia juga mengingatkan peserta kontestasi agar memperhatikan aturan serta larangan dalam berpolitik. Terutama bagi petahana, mereka diingatkan untuk menghindari politisasi bantuan demi kepentingan pencalonannya.
“Jangan sampai melakukan kegiatan atau aktivitas yang melampaui Undang-Undang. Karena itu pasti akan kami proses. Beberapanya yang berpotensi adalah jangan mempolitisasi bantuan, membuat kebijakan yang memihak,” pesannya. (Ahmad/Red)