JAKARTA, BINGAR.ID – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri mengatakan 82,3 persen calon kepala daerah dibantu pendanaannya dari pihak swasta. Firli merujuk pada kajian KPK terhadap kontestasi Pilkada 2017 dan 2018 lalu.
“KPK lakukan kajian. Pilkada dibiayai sponsor. Rata-rata 82,3 persen calon kepala daerah menyatakan adanya donatur dalam pilkada. Di 2017 itu 82,6 persen disokong sponsor, lalu 2018 70.3 persen disokong sponsor juga,” kata Firli seperti yang dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (8/10/2020).
Firli mengatakan kehadiran sponsor di belakang para calon kepala daerah dilatarbelakangi biaya Pilkada yang mahal. Biaya untuk memenangkan Pilkada, kata dia, jauh lebih besar daripada harta kekayaan yang dimiliki para kandidat kepala daerah.
Selama ini, hasil kajian KPK menunjukkan para calon yang berkontestasi banyak yang menggelontorkan dana kampanye lebih besar dari harta kekayaannya. Lebih dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diajukan calon kepala daerah ke KPK.
“Kita lihat, harta kekayaan misalnya Rp18 miliar, tapi biayanya (Pilkada) lebih dari itu. Dari mana mereka dapat? Ya, dari sumbangan,” kata Firli.
Firli mengatakan pihak swasta membantu pendanaan karena berharap timbal balik dari calon kepala daerah jika menang Pilkada. Hingga kemudian, kepala daerah tersangkut kasus korupsi karena menyalahgunakan wewenangnya untuk keuntungan pihak lain.
“Kenapa itu terjadi? karena para swasta mendapatkan kesempatan baik itu pekerjaan, fasilitas, untuk mendapatkan keuntungan,” kata Firli.
Firli lalu mengatakan bahwa tindak pidana korupsi memang marak terjadi di masa pemilu atau pilkada. Sejak mekanisme Pemilu dipilih langsung oleh masyarakat diberlakukan pada 2004, Firli merinci KPK paling banyak menangani kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan kepala daerah pada tahun 2018.
Diketahui, pada tahun 2018 sempat digelar pelaksanaan Pilkada serentak di 171 wilayah dan tahapan awal kampanye Pemilu 2019.
“Saya ingin sampaikan tindak pidana korupsi paling banyak terjadi di tahun politik. Pada 2018 kita menangkap total 29 kepala daerah,” katanya.
Firli menyatakan kepala daerah yang terjerat kasus korupsi sejak 2004 lalu berjumlah 114 orang. Ia menyatakan terdapat tren peningkatan jumlah kepala daerah yang ditangkap KPK terjadi pada tahun 2014, 2017 dan 2018.
“Tahun 2014 misalnya ada 14 kepala daerah yang tertangkap, lalu tahun 2017 ada 10 kepala daerah,” kata dia. (Ahmad/Red)