WNI di Australia Rindukan Kumandang Azan di Masjid

Ilustrasi Azan (Foto: Freepik.com)

BINGAR.ID – Bagi umat Islam berpaspor Indonesia yang tinggal di negara yang mayoritas non muslim, memiliki tantangan tersendiri. Pasalnya, kebiasaan yang sering dilakukan di tanah air, dipastikan membuat rindu akan suasana di kampung halaman, apalag saat bulan suci Ramadan.

Seperti yang dirasakan seorang WNI di Australia, Andi Reni Delilah. Wanita karir ini mengaku merindukan berbagai kebiasaan yang terjadi di Indonesia, salah satunya menantikan kumandang azan saat waktu salat tiba. Hal yang dianggap sepele saat di tanah air malah membuat rasa kangennya muncul.

“Saya kan enggak tinggal di daerah yang mayoritas muslim, jadi benar-benar enggak pernah dengar azan. Kadang-kadang ya masang azan sendiri dari Youtube, kangen tarawih ramai-ramai juga, karena masjid paling dekat dari rumah juga jauh,” jelasnya.

Selain itu, momen mudik Lebaran yang sudah menjadi tradisi di Indonesia pun juga dirindukan. Namun, Delilah mengaku tak bisa mudik di pertengahan tahun seperti lebaran tahun ini lantaran adanya wabah virus Corona. Biasanya, ia mudik ke tanah air pada bulan Desember atau akhir tahun.

“Saya sendiri biasanya mudik Desember. Selain karena keluarga besar kumpul-kumpulnya pas Desember, kantor di sini shut down periode atau libur dua minggu,” kata Delilah.

“Tapi karena mudik selalu Desember, jadi kangen banget puasa atau lebaran di Indonesia, pergi cari kolak sore-sore, buru-buru makan biar enggak telat tarawih di masjid,” kenangnya.

Suasana Ramadan yang berbeda juga ditambah lagi dengan wabah virus corona. Delilah menjelaskan, jika Ramadan sebelumnya, ia bersama temannya terbiasa pergi ke toko Asian atau Indonesia untuk menyetok bahan-bahan minuman khas Ramadan seperti sirup hingga bubuk cincau.

Namun, tahun ini ia terpaksa berbelanja bahan makanan dan minuman tanpa teman-temannya lantaran social distancing untuk cegah penyebaran virus.

Hal lain yang membedakan yakni, tahun-tahun sebelumnya pada April-Mei, Sydney selalu punya acara atau festival menarik, salah satunya Vivid Sydney.

“Vivid Sydney itu seperti festival lampu gitu, jadi banyak wilayah di Sydney dihias pakai lampu yang dibentuk-bentuk sesuai tema, atau lampu ditembak/diproyeksikan ke gedung-gedung di tengah kota,” terangnya.

Tahun lalu, Vivid Sydney berlangsung kala bulan Ramadan. Alhasil, ia bersama teman-teman terbiasa berkeliling kota melihat festival itu, selepas buka bersama di restoran kota.

“Ya tahun ini jelas, enggak ada bukber, jadi enggak bisa ke festival itu. Nanti pas lebaran juga katanya engga akan ada open house di KJRI atau komunitas. Sedih aja sih,” tuturnya. (*Azis/Red).

Berita Terkait

Berita Terbaru