JAKARTA, BINGAR.ID – Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dinilai perlu disempurnakan. Pasalnya, regulasi tersebut sudah menginjak usia 11 tahun. Dukungan atas penyempurnaan itu dilakukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, dengan masuknya rancangan perubahan UU tersebut dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
“Berhadapan dengan situasi pandemi Covid-19, pengaturan penyelenggaraan pelayanan publik menjadi kebutuhan yang mendesak untuk segera dibahas di DPR,” ujar Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Diah Natalisa, dalam keterangan resminya, Selasa (2/3/2021).
Baca juga: Aparatur Kecamatan Harus Beri Kemudahan Pelayanan
Sejalan dengan inisiatif DPD, Kemenpan RB juga telah mempersiapkan naskah akademik untuk menyempurnakan UU tersebut. Dalam proses penyusunan naskah akademik, Kemenpan RB bekerja sama dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat, pakar administasi publik, hukum, ekonomi, serta akademisi dari Universitas Indonesia, UGM, Universitas Padjadjaran, Universitas Diponegoro, Universitas Sriwijaya, Universitas Gunadarma, serta perguruan tinggi lainnya.
“Beberapa poin penting yang selama ini belum diatur dalam UU Pelayanan Publik. Diantaranya adalah perlunya norma pengaturan mengenai etika penyelenggaraan pelayanan, agar terhindar dari konflik kepentingan,” bebernya.
Baca juga: Pengalihan Jabatan Struktural ke Fungsional untuk Perbaiki Kualitas Pelayanan Publik
Diah menyampaikan, pelayanan publik berbasis elektronik harus menjadi basis pelayanan untuk memudahkan dan transparansi kepada masyarakat. Perubahan yang nantinya dibahas parlemen, juga perlu pengaturan mengenai kewajiban melakukan inovasi yang berkelanjutan oleh penyelenggara pelayanan, sebagai langkah memenuhi ekspektasi masyarakat.
Perlu juga penegasan mengenai pelayanan inklusif yang berlandaskan keadilan dengan tidak membedakan status sosial, ekonomi, dan latar belakang penerima layanan. “Pelayanan publik mampu beradaptasi terhadap keragaman harapan masyarakat dan mengakomodasikannya ke dalam tata kelola pelayanan publik,” ungkap Diah.
Poin penting lainnya adalah perlunya peran swasta dan pemberdayaan masyarakat sebagai mitra penyelenggaraan pelayanan publik. Sebab, urusan pelayanan publik membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
Baca juga: Jokowi Minta Pembayaran Pelayanan Kesehatan Untuk Covid-19 Dipercepat
Sementara itu, Deputi Persidangan DPD RI Sefti Ramsiaty menjelaskan, ada landasan sosiologis perlunya perubahan UU ini. Diantaranya adalah perkembangan teknologi informasi dan digitalisasi pelayanan. Landasan lainnya adalah bahwa pelayanan publik bersifat dinamis, perlu penyederhanaan pelayanan, persepsi masyarakat, serta perkembangan politik dan administrasi masyarakat.
Sefti menegaskan, penggunaan teknologi dalam pelayanan akan menjadi substansi baru yang akan ditambahkan dalam UU tersebut. Inovasi pelayanan publik, termasuk insentif, juga menjadi hal yang akan dibahas oleh parlemen. “Akan dibahas juga mengenai ganti rugi atau kompensasi,” ungkap Sefti. (Ahmad/Red)