BINGAR.ID – Tanggal 1 Mei, merupakan salah satu hari yang bersejarah di dunia. Pada tanggal itu, dikenang sebagai Hari Buruh Internasional. Bagi buruh, tanggal 1 Mei akan menjadi hari penting karena berkaitan dengan hak mereka sebagai pekerja.
Protes yang disampaikan para buruh banyak membuat perubahan yang progresif untuk kelas pekerja di seluruh dunia.
Di Indonesia, penetapan Hari Buruh melalui jalan yang berliku. Peringatan Hari Buruh sempat dilarang, diperbolehkan, hingga kini dijadikan sebagai hari libur nasional.
Bermula pada 20 April 1948, pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 12/1948 tentang Kerja. Isinya menetapkan bahwa pada 1 Mei, buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja.
Namun pada saat masa Orde Baru, peringatan 1 Mei sebagai hari buruh dilarang. Pemerintah bertindak represif pada buruh yang melakukan aksi mogok kerja, bahkan tidak segan-segan dengan kekerasan.
Di era Presiden Soeharto, Hari Buruh diidentikkan dengan ideologi komunisme yang saat itu sangat dilarang keberadaannya.
Langkah awal pemerintahan Soeharto untuk menghilangkan perayaan Hari Buruh, dilakukan dengan mengganti nama Kementerian Perburuhan pada Kabinet Dwikora menjadi Departemen Tenaga Kerja. Hingga kini namanya menjadi Kementerian Ketenagakerjaan dan bukan Kementerian Perburuhan.
Pada masa reformasi, serikat buruh bermunculan dan beraksi kembali pada 1 Mei 2000. Sejak saat itu, peringatan hari buruh di Indonesia selalu ditandai aksi demo buruh. Namun sampai beberapa tahun berikutnya, Hari Buruh belum ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Baru pada tahun 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) resmi menandatangani Peraturan Presiden yang menetapkan bahwa 1 Mei sebagai hari libur nasional, bersamaan dengan perayaan hari buruh internasional.
Sementara di dunia internasional, Hari Buruh dikenal dengan May Day. Kebiasaan merayakan Hari Buruh dengan berunjuk rasa, sudah dimulai sejak dulu kala, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Salah satu yang sering disuarakan dalam peringatan Hari Buruh, yakni berkaitan dengan upah.
Banyak perusahaan mempekerjakan buruh dengan upah minim. Bahkan tidak jarang tanpa jaminan keselamatan.
Diawali Peristiwa Berdarah di Amerika Serikat
Di abad ke-19, ketika Revolusi Industri berada pada masa kejayaannya, banyak buruh yang sekarat karena kondisi kerja yang buruk dan jam kerja yang panjang. Dikutip dari History, Federasi Buruh Amerika berupaya untuk mengakhiri kondisi yang tidak manusiawi ini.
Mereka pun mengadakan konferensi di Chicago pada tahun 1884. Salah satu hasil dari pertemuan tersebut adalah desakan agar buruh bekerja selama 8 jam dalam 1 hari, dimulai sejak 1 Mei 1886.
Akhirnya pada 1 Mei 1886, Kota Chicago menjadi pusat demonstrasi besar-besaran serikat buruh yang memperjuangkan hak-hak mereka. Lebih dari 300.000 buruh di seluruh AS turun ke jalan untuk menuntut hak-hak mereka.
Awalnya protes berjalan damai, hingga pada 3 Mei polisi dan buruh di Chicago bentrok. Keesokan harinya, sebuah demonstrasi digulir di Lapangan Haymarket untuk memprotes kekerasan yang dilakukan oleh polisi.
Dan saat demonstrasi berlangsung, ada oknum yang tidak diketahui identitasnya melemparkan bom ke arah polisi. Hal tersebut membuat tujuh polisi dan delapan warga sipil tewas.
Diresmikan Saat Konferensi Sosialis Internasional
Kejadian berdarah di Chicago mengejutkan dunia internasional. Pada tahun 1889, Konferensi Sosialis Internasional menyatakan bahwa untuk memperingati peristiwa demonstrasi di Chicago, 1 Mei akan menjadi hari libur internasional untuk para buruh.
Setahun kemudian, lebih dari 300.000 orang melakukan demonstrasi May Day di London. Tanggal 1 Mei sebagai hari buruh akhirnya diadopsi oleh banyak pemerintah diseluruh dunia, bukan hanya negara yang memiliki pengaruh sosialis atau komunis saja.
Amerika Serikat Tidak Merayakannya
Dikutip dari TIME, May Day dianggap mengotori semangat anti-komunis pada masa awal Perang Dingin. Karenanya, pada Juli 1958, Presiden Amerika Serikat, Dwight Eisenhower menandatangani sebuah resolusi 1 Mei sebagai hari loyalitas.
Resolusi itu menyatakan bahwa 1 Mei menjadi hari khusus untuk menegaskan kembali kesetiaan warga kepada negara dan sebagai penghargaan pada AS yang bebas. (*Ahmad/Red).