Sederet Alasan Partai Politik Belum Efektif Jadi Pilar Utama Demokrasi

partai Politik

Daftar Parpol peserta Pemilu 2019. (Istimewa)

JAKARTA, BINGAR.ID – Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, Partai Politik (Parpol) belum efektif dalam melaksanakan fungsinya sebagai pilar utama demokrasi dan aset negara.

Hal ini ditandai dengan banyaknya Kepala Daerah yang tertangkap dalam kasus korupsi. Siti mencatat, per Mei 2021, setidaknya ada 431 Kepala Daerah yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan berurusan dengan hukum.

“Saya mencatat sampai akhir Mei ini itu 431 kepala daerah yang terjerat OTT yang berurusan dengan hukum,” kata dia dalam diskusi daring, Rabu (2/6/2021).

Baca juga: Perludem Minta Parpol Awasi Coklit Data Pemilih Pilkada 2020

“Jadi memang partai politik ini harus berbenah diri, tidak mungkin kita berdemokrasi tanpa ditopang sepenuhnya oleh partai-partai yang berkualitas,” imbuh Siti.

Dia mendorong Parpol agar melaksanakan fungsinya menjadi pilar penting dari demokrasi dan aset negara. Mereka dituntut mampu menjalankan sistem kaderisasi yang mumpuni untuk menghadirkan calon-calon pemimpin yang berintegritas dan berkualitas.

“Dengan demikian, ketika pemilihan presiden, pemilihan Kepala Daerah, maupun pemilihan legislatif, Parpol tidak tergopoh-gopoh. Sebab, mereka sudah memiliki kader-kader berkualitas dan tidak kehabisan kader untuk diusung,” jelasnya.

Selain parpol yang belum efektif menjadi pilar utama demokrasi, kondisi empirik penyelenggaraan Pilkada juga menunjukkan kesadaran politik rakyat sebagai pemilih belum memadai. Partisipasi pemilih sebagian masih dimobilisasi melalui vote buying atau jual beli suara pemilih.

Baca juga: Partai Demokrat Pecat 7 Kader Pengkhianat, Termasuk Marzuki Alie

Kemudian, terdapat masalah independensi KPU daerah dan Bawaslu daerah dalam Pilkada. Belum lagi politisasi birokrasi yang diramaikan isu netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) juga masih menjadi persoalan yang membayangi pelaksanaan pemilihan.

Tak hanya itu, politik transaksional, mahar politik, dan politik kekerabatan masih berkelindan dengan kontestasi pemilihan. Oleh karena itu, Siti mendorong pembenahan Pilkada dengan mengevaluasi dan mengkaji mekanisme pemilihan gubernur maupun bupati/wali kota, keberadaan wakil kepala daerah, teknis penyelenggaraan pemilihan, dan penegakan hukum pelanggaran pemilihan. (Ahmad/Red)

Berita Terkait