PANDEGLANG, BINGAR.ID – Keberadaan terumbu karang saat ini dinilai mulai terabaikan. Terlihat dari populasinya yang kian tergerus dan tak terurus. Padahal, terumbu karang memiliki peran penting dalam keberlangsungan ekosistem laut.
Pelaksana Koordinasi Urusan Pendayagunaan dan Pelestarian Loka PSPL Serang, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Zaid Abdur Rahman kepada Bingar menjelaskan, masyarakat kurang peduli dengan kehidupan terumbu karang. Padahal, biota jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa itu juga menghasilkan oksigen.
Baca juga: Gerakan Tanam Terumbu Karang di Pandeglang Dibanjiri Dukungan
“Dipahami atau tidak, terumbu karang itu menghasilkan oksigen, sama dengan tumbuhan,” katanya usai mengikuti Gerakan Rehabilitasi Terumbu Karang Tahap II yang diinisiasi Forum Pelestari Terumbu Karang (F-PTK) Banten di Pulau Liwungan, Pandeglang, Selasa (10/11/2020).
Dia menjelaskan, selain menghasilkan oksigen, terumbu juga menjadi garda terdepan bagi pelindung daratan sebelum padang lamun dan mangrove ketika diterjang ombak besar.
“Secara ekologi, terumbu karang sebagai tempat makan ikan, berkumpulnya ikan. Sedangkan secara fisik, dia menjadi penahan ombak terdepan sebelum padang lamun dan mangrove sehingga mereka menjadi pelindung bagi daratan,” bebernya.
Baca juga: 650 Ribu Ton Sampah Cemari Laut Setiap Tahun, Terumbu Karang Terancam Rusak
“Selain itu dia menghasilkan fungsi ekonomi, karena bisa dijual dan menjadi daya tarik bagi wisatawan,” sambung dia.
Oleh karenanya Zaid mengaku terbantu dengan adanya kegiatan tersebut. Mengingat upaya pelestariannya tidak cukup dilakukan oleh pemerintah semata.
“Dengan adanya forum ini kami nilai sangat membantu untuk melestarikan terumbu karang. Dan sebagai daerah maratim, harusnya kedepan pembangunan mengedepankan laut sebagai beranda rumah, bukan lagi memunggungi laut,” tutup Zaid.
Baca juga: Gerakan Rehabilitasi Terumbu Karang Harus Berkelanjutan
Koordinator F-PTK Banten, Nurwarta Wiguna membenarkan kondisi terumbu karang yang mengalami kerusakan. Apalagi pasca-tsunami Selat Sunda 2018 lalu, ekosistemnya di Pulau Badul hampir rusak diseluruh bagiannya.
“Di Pulau Badul bahkan hampir rusak semuanya karena kena gelombang tsunami. Dan di sini (Pulau Liwungan) juga mulai rusak diantaranya akibat nelayan yang buang jangkar,” ucapnya.
Nurwata menjelaskan, rehabilitasi tersebut tidak sebatas ini saja. Dia memastikan gerakan tersebut akan dilakulan secara berkelanjutan. Mengingat kawasan terumbu karang di Pandeglang terbilang luas, namun minim perhatian.
Baca juga: Karang Bale, Spot Snorkling Keren di Pandeglang
“Bahkan kami sudah menyusun roadmap selama lima tahun kedepan. Agar GRTK berjalan secara berkelanjutan atau sustainable. Jangka pendeknya adalah, dengan merealisasikan seribu bibit hingga 2021 mendatang,” katanya. (David/Red)