PANDEGLANG, BINGAR.ID – Masjid Baitul Arsy, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mesjid Kayu, yang berada di Kampung Pasir Angin, Kelurahan Pagerbatu, Kecamatan Majasari, Pandeglang, merupakan salah satu bangunan situs budaya, yang kondisinya masih tetap terjaga, meskipun diperkirakan usianya sudah diatas 400 tahun.
Sebuah bangunan berukuran 8 meter x 12 meter itu, memiliki ciri khas bangunan Banten tempo dulu, yang menggunakan model atap berundak tiga, dengan bahan matrial bangunan hampir seluruhnya terbuat dari kayu Nangka. Dimana bangunan mesjid yang diberi nama Baitul Arsy tersebut, merupakan salah satu bangunan yang masuk dalam katagori situs cagar budaya.
Baca Juga : Perjuangan Warga Miskin di Pandeglang, Mati-matian Obati Buah Hati Sampai Pinjam Duit Mesjid
Menurut Haji Jali, sesepuh Kampung Pager Batu, yang juga sebagai pengurus mesjid Baitul Arsy, mengatakan, bahwa bangunan mesjid Baitul Arsy, atau yang lebih dikenal dengan sebutan mesjid kayu tersebut, sebenarnya sudah mengalami renovasi dibeberapa titik, namun hal itu diakuinya, tidak merubah bentuk serta karakteristiknya sebagai bangunan kuno.
“Dari cerita kakek dan bapak saya, masjid ini sudah ada sejak beberapa ratus tahun lalu. Bahkan diceritakan, kalau di mesjid inilah para waliyullah, maupun para ulama besar di Banten berkumpul dan beribadah,” jelas H. Jali, Kamis 14 Maret 2024.
Masih menurut H. Jali, bahwa kondisi bangunan mesjid yang berada di bahu Gunung Karang itu, secara keseluruhan masih menggunakan bahan matrial bangunan dari kayu Nangka, dengan usia lebih dari 4 abad. Salah satunya yakni tiang penyangga bangunan mesjid. yang masih asli dan berdiri kokoh menopang atapnya.
Baca Juga : Pelajar dan Santri Yayasan Perguruan Islam Malnu Menes Divaksin
“Ada beberapa bahan matrial bangunan mesjid kayu ini yang memang sudah kita ganti, atau mengalami perbaikan. Tetapi bentuk maupun susunannya, tidak kami rubah sama sekali, sehingga model maupun bentuknya tetap kami pertahankan seperti awal. Salah satu matrial yang masih asli, dengan usia ratusan tahun, tiang-tiang penyangga itu lah, dan masih banyak lagi yang masih asli,” tambahnya.
Diakui H. Jali, rehab atau renovasi yang dilakukan warga pada bangunan masjid itu, menurutnya baru dilakukan beberapa kali, dan itu pun lebih pada perbaikan di area atapnya saja, guna menjaga agar tidak ambruk, akibat bocor.
“Terkahir dilakukan perbaikan pada mesjid ini, sekitar tahun 1945 lalu, itu pun hanya merubah atapnya saja, yang semula atap mesjid ini terbuat dari rumbia, atau anyaman daun aren, diganti menjadi atap genting. Selain itu, hanya perbaikan-perbaikan ringan biasa saja,” akunya.
Baca Juga : Kopi Pandeglang Primadona Sejak Era Kolonial
Selain bangunan mesjid kayu, atau mesjid Baitul Arsy yang menjadi saksi sejarah perjalanan kaum muslim di bumi Banten ini. Di area mesjid itu pun ada sebuah sumur gali yang usianya sama dengan usia berdirinya mesjid tersebut. Bahkan air dalam sumur itu, diakui oleh warga sekitar, tidak pernah mengalami kering, meskipun di musim kemarau.
“Sumur yang ada di samping mesjid itu pun, usianya sama pak dengan mesjid kayu ini. Bahkan air sumur itu bisa menjadi penolong kita pak bila musim kemarau, soalnya air nya tidak pernah habis, atau kering, meskipun warga di lingkungan mesjid ini sering memakai air dari sumur itu untuk kebutuhan hari-hari,” tutupnya. (Sendi/Adyt)