SERANG, BINGAR.ID – Pemerintah kembali mewacanakam impor beras dalam waktu dekat. Tak tanggung-tanggung, dua juta ton beras diwacanakan didatangkan ke dalam negeri. Kebijakan ini menuai protes dari kalangan petani. Termasuk Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Provinsi Banten.
“Tidak setuju, karena sesungguhnya kapasitas produksi kita surplus. Terus kita pertanyakan urgensi impor apa? Sebab Kementan menyebut skala nasional produksi kita surplus,” tegas Ketua KTNA Banten, Oong Syahroni, Kamis (30/3/2023).
Baca juga: Pemerintah Klaim Impor Beras untuk Intervensi Harga
Dia menilai, kebijakan itu akan merugikan petani. Soalnya kebijakan itu akan memengaruhi harga beras nasional. Padahal saat ini petani sedang memasuki masa panen, apalagi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Giling (GKG) yang berada diangka Rp5.000 per kilogram.
“Disaat petani menikmati harga gabah yang baru saja di-launching, maka ini akan terdampak pula ke harga HPP. Karena dengan masuknya beras impor akan menurunkan harga HPP karena harga beras impor di bawah nasional,” ujarnya.
“Karena setiap kali impor, yang dirugikan dan dikorbankan pasti petani lantaran harga ditingkat petani baik gabah dan beras pasti jatuh,” sambung dia.
Daripada memberlakukan kebijakan impor, Oong menyarankan agar pemerintah memperbaiki sistem di Bulog. Sebab saat ini, tingkat kepercayaan petani terhadap Bulog menurun imbas aturan main yang tidak jelas.
Baca juga: Beras Impor Tahun 2018 Masih Tersisa 381 Ribu Ton
“Mereka (Bulog, red) kaku di lapangan, kalah bersaing dengan pihak lain yang juga bermain di beras. Mereka (perusahaan lain, red) bisa membeli di atas harga HPP, tapi itu tidak pernah terjadi di Bulog,” katanya.
“Petani tidak lagi percaya dengan aturan main bulog, sehingga hari ini petani lebih suka menjual ke tengkulak karena harga yang lebih bervariatif atau pihak lain yang hari ini bermain di beras,” tutup Oong. (Ahmad)