PANDEGLANG, BINGAR.ID – Bergelut dengan ombak dan bertahan dalam lapar, menjadi salah satu perjuangan yang terus dilakukannya, hanya demi mencapai tanah dimana tempat berpijak. Waktu terus bergulir hingga memaksa hari berganti malam, namun semua itu tidak terasa, karena masih terselipnya setetes keyakinan ditengah luasnya samudra, bahwa hidup dan mati hanya milik-Nya.
Terombang-ambing diluasnya pesisir Selat Sunda dengan bekal keyakinan dan berpegang pada sebongkah kayu bekas kapal motor yang hancur. Surja, salah seorang dari ke-9 orang yang selamat dari peristiwa memilukan tenggelamnya Kapal Motor (KM) Puspita Jaya yang dinahkodainya saat itu, menceritakan. Bahwa dirinya bersama dengan kelima rekannya yang selamat itu, hanya bisa pasrah dan terus berharap hadirnya sebuah keajaiban.
“Ga jelas pak, kalo boleh jujur saat itu perasaan antara pasrah atau terus bertahan. Karena dengan posisi KM yang sudah hancur dan sudah tenggelam sebagian, saya sudah tidak dapat lagi melihat arah, kemana harus menyelamatkan diri dari luasnya hamparan lautan saat itu. Takut, sedih, yah pada akhirnya kami semua saat itu hanya bisa pasrah, menunggu keajaiban saja, lapar karena tidak ada makanan, dahaga pun dilepas oleh asinya air laut,” ungkap Surja, mengisahkan perjuanganya di tengah luasnya samudra saat itu.
Masih menurut Nahkoda KM Puspita Jaya, bahwa saat itu ia bersama dengan beberapa rekannya hanya bisa berpasrah, ketika KM yang ditumpanginya terhantam ombak dan terbalik, hingga membuat seluruh isi kapal dan penumpang tumpah ruah dan berhamburan berusaha untuk menyelamatkan diri masing-masing. Demikian juga dengan dirinya, yang saat itu hanya berfikir dirinya sendiri agar bisa selamat dan tidak sampai tenggelam.
“Setelah saya tersadar dalam posisi mengambang dengan bermodal sisa-sisa kapal motor saya yang tenggelam itu. Saya melihat dari jumlah penumpang sebanyak enam belas orang yang ikut melaut, terbagi menjadi dua. Delapan orang sudah terlebih dahulu berenang untuk menyelamatkan dirinya ke pulau terdekat saat itu (Panaitan),” tambahnya.
Sementara itu, Surja sang Nahkoda KM Puspita Jaya yang naas, tetap bertahan bersama dengan tujuh orang temannya di atas kapal yang sedikit demi sedikit mulai ditelan dalamnya samudra. Hingga akhirnya dalam keadaan panik, dia pun akhirnya ikut turun ke air untuk menyelamatkan diri.
Namun sayang, satu dari tujuh orang temannya ternyata tidak bisa berenang, sehingga pada akhirnya niat menyelamatkan mencapai daratan dengan berenang pun, diurungkannya, dan memilih bertahan di bongkahan kapal yang masih terapung sebagian.
“Saat itu memang masih ada sedikit keberuntungan bagi kami, karena kondisi kapal kami belum seluruhnya tenggelam, masih ada sedikit yang terapung, sehinhga kami memilih bertahan di kapal kami tadi, meskipun rasa pesimis dan takut terus menghantui kami. Hal ini kami lakukan demi hidup bersama, mati npun bersama, pasalnya satu diantara teman kami yang selamat ini, tidak bisa berenang,” paparnya.
Masih menurut Surja, pada saat dirinya mulai putus asa, hadirlah sebuah keajaiban. Dimana saat Surja bersama rekan-rekannya sedang terombang-ambing oleh ombak, mereka pun akhirnya melihat ada sebuah kapal pesiar asing (Amerika) yang saat itu melintas, hingga akhirnya dia pun berhasil di selamatkan oleh awak kapal asing tersebut, dan mendapatkan perawatan sampai dihantarkannya ke pelabuhan merak.
“Saat kami mulai putus asa, sebuah keajaiban pun datang, saat itu ada kapal pesiar asing berbendera Amerika yang melintas, dan langsung membantu menyelamatkan kami, setelah itu kami pun diberi perawatan oleh mereka, hingga akhirnya akmi diantarkan kedaratan oleh kapal pesiar itu ke Pelabuhan Merak,” tutupnya. (Syamsul/Red)