BINGAR.ID – Suasananya hening, meski ditengah keramaian. Hidupnya menentang badai dan membelah samudra, tidak ada rasa takut meski berjuang di tengah lautan. Pantang pulang saat belum mendapat tangkapan.
Demikian kira-kira sketsa perjuangan kaum nelayan, yang ada karena ketiadaanya, hanya untuk merajut mimpi demi terlewatinya hari demi hari.
Bukanlah badai, ombak dan kuatnya terpaan angin yang mereka takutkan, akan tetapi tekanan kehidupan yang terus menghimpit, menjadikan rasa takut dan lelah itu sirna.
Hari ini, tepat tanggal 6 April 2020, adalah Hari Nelayan Nasional, hari dimana kaum nelayan merasa dihargai keberadaanya, karena adanya bentuk apresiasi pemerintah terhadap jasa para nelayan, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan gizi bagi rakyat Indonesia.
Namun sayang, bagi sebagian nelayan yang ada di Kabupaten Pandeglang, peringatan Hari Nelayan Nasional tersebut, bukanlah sesuatu yang spesial. Lantaran mereka beranggapan, bahwa perayaan itu hanya sebatas ajang seremoni, terlebih ditengah rasa keprihatinan kaum nelayan Pandeglang saat ini, yang belum mengalami perbaikan secara signifikan.
Terlebih sebulan terakhir, disaat bangsa ini sedang berjuang melawan penyebaran pandemi Covid-19 yang semakin masif, jelas memberi dampak signifikan terhadap nasib kaum nelayan, khususnya para buruh nelayan. Belum lagi, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang sendiri, hingga saat ini ditengah keprihatinan Covid-19, belum memberikan solusi apa pun pada nelayan.
Belum lagi, faktor cuaca yang tidak menentu juga, semakin memperparah pendapatan nelayan di Pandeglang, bahkan sebagian bagan atau alat tangkap ikan tradisional terlihat berbaris di pesisir pantai, sebagai pertanda bahwa sebagian nelayan mulai libur melaut.
Baca Juga : Nelayan di Pandeglang Mendadak Berhenti Melaut
“Kami hanya bisa berdoa pada peringatan Hari Nelayan Nasional ini. Semoga nelayan tambah sejahtera, tambah makmur dan bebas dari ke sengsaraan dan ke terpurukan,” kata Ketua Paguyuban Nelayan Pandeglang, Encep Waas, Senin (6/4/2020).
Harga Ikan Anjlok
Semenjak virus corona ‘Menjajah’ Indonesia awal bulan Maret 2020 lalu, nelayan di Pandeglang mulai kesulitan menjual hasil tangkapan ikan. Meski terjual, pasti dengan harga yang relatif murah. Hal itu karena, pasar-pasar ikan yang ada di Jakarta mulai jarang menampung ikan dengan alasan pasar sepi pembeli.
“Harga ikan anjlok, menjual ikan susah mana sebentar lagi bulan puasa,” ujarnya.
Encep meminta, agar pemerintah memikirkan nasib nelayan dengan tidak terfokus pada penanganan penyebaran virus corona, agar para nelayan bisa tetap menyambung hidup di tengah pandemi virus corona.
“Pemerintah melalui perusahaan milik negaranya, harus berperan aktif dalam menampung ikan hasil tangkap nelayan, agar ekonomi nelayan terselamatkan,” ujarnya.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pandeglang, Suaedi Kurdiatna menegaskan, di Kabupaten Pandeglang tidak ada perayaan Hari Nelayan Nasional. Hal itu sesuai dengan anjuran pemerintah dan maklumat Polri yang melarang mengumpulkan massa guna mencegah penyebaran virus corona.
“Karena edaran baik dari pemkab maupun ke pusat tidak boleh melakukan kerumunan keramaian, maka itu juga berlaku bagi nelayan,” kata Suaedi.
Sementara itu, aktivitas yang saat ini terjadi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang ada di Kabupaten Pandeglang mengalami penurunan. Bahkan, hal itu berdampak besar terhadap perekonomian nelayan. Karena, harga jual ikan hasil tangkap nelayan terbilang anjlok dari harga biasa. Terlebih, lokasi yang biasa dijadikan tempat pengiriman ikan oleh nelayan kini sudah ditutup.
“Selama ini kan nelayan menjual ikan banyak nya ke kota besar. Sementara sekarang yang di Jakarta tutup tidak boleh, jadi dengan adanya pembatasan ini nelayan kecil saja yang untuk kebutuhan lokal. Tapi, kalau yang gede-gede mereka tidak bisa melakukan pemasokan lagi. Jadi hanya mengandalkan penjualan di lokal saja,” jelasnya.
Bukan itu saja, banyak pula saat ini nelayan yang mengurungkan niatnya untuk pergi melaut lantaran sulitnya menjual hasil tankap yang mereka peroleh.
“Banyak yang sementara ini tidak kelaut akibat sulit menjual hasil tangkapan ikannya, jadi bukan karena dibatasi tapi mereka membatasi diri karena ya memang tidak bisa menjual,” pungkasnya. (Fauzan/Samsul/Red)