Kemendikbud Sebut Model Flipped Classroom Solusi Atasi KBM di Tengah Pandemi

Ilustrasi belajar model Flipped Classroom (Kemendikbud)

BINGAR.ID – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendibud) sedang mengkaji penerapan sistem pembelajaran terbaru berupa flipped classroom atau pembelajaran terbalik. Metode ini diprediksi dapat menjadi solusi Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di tengah pandemi Covid-19.

Flipped classroom adalah model pembelajaran di mana siswa sebelum belajar di kelas mempelajari materi lebih dahulu di rumah sesuai dengan tugas yang diberikan oleh guru. Metode ini juga digunakan oleh guru ketika ada siswa yang tidak hadir di kelas karena sesuatu hal. Guru bisa membuat video apa yang diajarkannya dan diberikan kepada yang tidak masuk kelas tersebut.

Guru sebelum membahas materi yang akan di ajarkan memberikan tugas terlebih dahulu kepada siswa untuk mempelajari materi yang ada dalam media pembelajaran. Model belajar seperti ini membuat siswa dituntut untuk lebih mandiri karena mereka mempelajari bahan terlebih dahulu sebelum ada pertemuan di kelas. Model ini juga membuat siswa  lebih aktif karena dorongan keingintahuan mereka juga lebih tinggi.

Dalam siaran persnya, Kemendikbu menyebut bahwa model pembelajaran tersebut sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Era Industri 4.0. Perubahan model belajar itu tentu membutuhkan pelatihan dan kesiapan guru, tenaga kependidikan, dan para pejabat pendidikan dalam merancang rencana pelaksanaan pembelajaran dan media pembelajaran yang compatible dengan perkembangan teknologi saat ini.

“Guru bisa dengan mudah mengunduh materi yang akan dipelajari siswa dari berbagai learning management system (LMS) yang sudah tersedia, baik dari Kemdikbud, yaitu Rumah Belajar dan TV Edukasi, maupun menggunakan LMS dari swasta yang dapat diunduh secara gratis. Materi diserahkan kepada siswa dengan diberi penjelasan apa yang harus dikerjakan dan akan dibahas pada pertemuan berikutnya,” bunyi rilis tersebut.

Pada saat siswa datang ke sekolah, guru tinggal membahas dengan mereka, misalnya siswa diminta mempresentasikan apa yang telah dipelajari. Dengan demikian, siswa terlatih mengomunikasikan apa yang dipelajari kepada teman sejawat.

Untuk memperdalam materi yang dipelajari, guru juga bisa mengajak siswa berdiskusi dalam kelompok kecil. Guru berperan sebagai fasilitator dan berkeliling kelas untuk memotivasi sekaligus memantau keaktifan siswa dalam berdiskusi.

Dengan model itu, siswa tidak perlu hadir ke sekolah tiap hari. Jadi, seandainya tahun ajaran baru nanti siswa harus masuk sekolah di selang-seling, metode tersebut dianggap bagus. Siswa akan mengerjakan tugas pada saat di rumah selama tiga hari dan masuk ke sekolah belajar di kelas selama tiga hari.

Kemendikbud mengklaim, berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika dan juga beberapa sekolah di Indonesia yang sudah mempraktikkan flipped classroom, hasilnya sangat menggembirakan dan kualitasnya lebih baik.

Para siswa yang mempraktikkan metode tersebut motivasi belajarnya sangat tinggi, kreativitasnya meningkat, tanggungjawab meningkat, siswa lebih aktif dalam PBM di kelas, dan nilai akademiknya lebih baik jika dibandingkan cara belajar tradisional. Begitu juga para guru juga merasa punya waktu lebih untuk berinteraksi dengan siswa.

Dengan model ini, tujuan kita untuk membekali kemampuan siswa untuk berpikir kritis (critical thinking), bekerjasama (collaborative), kemampuan berkomunikasi (comunication skills), dan berpikir kreatif dan inovatif (creative/innovative) dapat kita laksanakan dengan baik. Guru tidak mendominasi waktu di kelas. Interaksi guru dan siswa semakin baik dan semakin menyenangkan. (Red).

Berita Terkait