SERANG, BINGAR.ID – Forum Pelestari Terumbu Karang (F-PTK) Banten kembali menggelar diskusi kebencanaan bertajuk Ngobrol Pintar Masyarakat Aman dan Tangguh Bencana (Ngopi Mantab). Kali ini, diskusi Ngopi Mantap dipusatkan di Kawasan Benteng Speelwijk, Banten Lama, Kota Serang, Rrabu (31/7/2024).
Mengangkat tema Terumbu Karang: Dulu, Kini dan Nanti, diskusi ini tidak hanya membicarakan upaya pelestarian, namun membahas berbagai persoalan yang menjadi penyebab rusaknya terumbu karang. Salah satu penyebab yang disoroti adalah pemanasan global.
Baca Juga : Ngopi Mantab, Diskusi Ciptakan Kemandirian Masyarakat Hadapi Bencana
Isu ini menjadi tantangan bagi pertumbuhan terumbu karang. Pemanasan global menyebabkan kenaikan suhu air laut sehingga mengakibatkan bleaching karang dan kerusakan terumbu. Suhu laut yang tinggi membuat karang kehilangan warna dan nutrisi, hingga akhirnya mati.
“Yang paling banyak terjadinya kerusakan terumbu karang terkait pemanasan global, kedua terkait ancaman bencana. Kerusakan lainnya disebabkan masih adanya alat tangkat yang tidak ramah lingkungan dan bahan-bahan yang merusak lingkungan,” kata Ketua F-PTK Banten, Nurwarta Wiguna.
Dia menyebut, saat ini hanya 30 persen terumbu karang di Indonesia dalam keadaan baik. Angka ini menjadi catatat, sebab keberadaan terumbu karang sangat penting untuk menjaga ekosistem biota bawah laut.
Baca Juga : KPP Banten dan PMI Cilegon Gelar “Ngopi Mantab” di Cipala
“Data terakhir yang disampaikan pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui PSLP Serang yang berada Labuan, bahwa untuk kondisi terumbu karang secara nasional 70 persen itu statusnya kurang baik. Maka bisa kita simpulkan bahwa kondisi di Banten bagian dari itu,” ucapnya.
Oleh karena itu, perlindungan terhadap terumbu karang perlu sejalan dengan upaya global mengurangi pemanasan dan perubahan iklim.
“Kita harap dari hasil Ngopi Mantab ini, akan menjadi program dimasing-masing institusi atau Lembaga pemerintah kedepannya lebih masif lagi. Jadi terumbu karang tidak hanya menjadi objek wisata lihat atau dinikmati saja. Justru transplantasi terumbu karangnya lebih dimasifkan lagi,” kata Nurwarta.
Koordinator Bidang Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Stasiun Meteorologi Maritim Kelas I Merak, Tatang membenarkan bahwa perubahan iklim, menjadi salah satu pemicu rusaknya terumbu karang.
Baca Juga : PMI Banten Hadirkan Layanan Cuci Darah di Klinik Utama Bhakti
“Dari beberapa literatur memang suhu muka laut sangat berpengaruh terhadap kondisi tumbuh normal terumbu karang itu sendiri. Ketika suhu muka laut di tempat tumbuh terumbu karang itu terlalu tinggi, dapat terjadi pemutihan sehingga alga tidak tumbuh menempel pada terumbu karang. Ini juga mengganggu komunitas ikan yang biasa berkumpul disitu,” ujarnya.
Tatang menambahkan, untuk mengatasi persoalan ini, masyarakat diimbau lebih bijak terhadap perubahan iklim yang terjadi. Salah satunya dengan mengurangi emisi karbon.
“Tentunya untuk masyarakat, untuk lebih bijak terkait dengan kondisi perubahan iklim yang ada. Walaupun tidak bisa dirasakan sekarang, tapi kemungkinan anak cucu kita akan merasakan dampaknya. Dan sekarang mungkin kita termasuk yang mendapatkan perubahan iklim dari sekian puluh tahun ke belakang,” kata Tatang. (Ahmad)