JAKARTA, BINGAR.ID – Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, perubahan iklim global adalah “nyata” dan berdampak pada peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian ekstrem. Kesimpulan itu berdasarkan data sejak tahun 1900 serta monitoring iklim oleh BMKG selama lebih dari 70 tahun.
Dampak perubahan iklim tersebut adalah cuaca atau hujan ekstrem, iklim ekstrem, ataupun kejadian anomali iklim global seperti La Nina dan El Nino.
Bahkan, Dwikorita menyebutkan, tahun 2020 yang lalu merupakan tahun terpanas kedua di sepanjang sejarah, setelah tahun 2016 (anomali +0,80 derajat Celcius), mengungguli tahun 2019 (anomali +0,60 derajat Celcius).
“Kondisi ini mirip dengan perubahan suhu global sebagaimana dilaporkan World Meteorological Organization (WMO) pada awal Desember 2020,” ujar Dwikorita dalam diskusi daring, Minggu 31 Januari 2021.
Baca juga: Sepekan Ini, Cuaca Ekstrem Akan Melanda Sebagian Besar Wilayah Indonesia
Sementara itu, Deputi Klimatologi BMKG, Herizal menjelaskan bahwa BMKG mencatat perubahan iklim jangka panjang telah terjadi di Indonesia dengan beberapa indikator, yakni:
Tren konsentrasi gas rumah kaca (GRK) yang diukur di udara bersih (background) Indonesia pada Stasiun Pemantau Atmosfer Global (Global Atmosphere Watch-GAW) BMKG Bukit Kototabang, menunjukan laju peningkatan konsentrasi karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2O), dan sulfur heksafluorida (SF6) berturut-turut sebagai berikut: 1,6 ppm/tahun, 0,089 ppm/tahun, 0,012 ppm/tahun, dan 0,000004 ppm/tahun.
Hasil pengukuran CO2 pada Stasiun GAW BMKG Bukit Kototabang menunjukkan tren peningkatan CO2 yang sama dengan Stasiun GAW lainnya di dunia, seperti di Mauna Loa, Hawaii dan Baring Head, Selandia Baru. Awal pengukuran GRK background di Indonesia, pada tahun 2004, konsentrasi CO2 di Stasiun GAW BMKG Bukit Kototabang adalah 372 ppm (baseline), selanjutnya hasil pengukuran pada akhir bulan Oktober 2020, konsentrasi CO2 di GAW Bukit Kototabang telah meningkat menjadi 408 ppm, sementara rerata global adalah 415 ppm.
Baca juga: BNPB: Waspadai Bahaya Hidrometeorologi Sepekan ke Depan
“Analisis perubahan suhu udara rata-rata untuk seluruh wilayah Indonesia selama 71 tahun terakhir (1948–2019) menunjukan laju peningkatan suhu sebesar 0,030 derajat Celcius/tahun. Berdasarkan data dari 91 stasiun pengamatan BMKG, suhu udara rata-rata tahun 2020 adalah 27,30 derajat Celcius, lebih panas dibanding normal suhu udara rata-rata periode 1981-2010 yaitu 26,60 derajat Celcius,” sambung Herizal.
Tahun 2020 merupakan tahun terpanas kedua setelah tahun 2016 (anomali +0,80 derajat Celcius), mengungguli tahun 2019 (anomali +0,60 derajat Celcius), seperti yg disampaikan Dwikorita dan mirip dengan perubahan suhu global sebagaimana dilaporkan World Meteorological Organization (WMO) pada awal Desember 2020. (Ahmad/Red)