Atasi Persoalan Kekerasan Seksual, Perlu Keterlibatan Pentahelix

Aang Subhan

Aang Subhan, Peksos Pendamping Rehabilitasi Sosial, Kementrian Sosial RI. Adytia

PANDEGLANG, BINGAR.ID – Tingginya angka kasus kekerasan berbasis gender, khususnya kekerasan seksual pada wanita dewasa maupun anak dibawah umur yang terjadi di Kabupaten Pandeglang ini, sepertinya sudah menjadi persoalan yang sangat komplek, yang membutuhkan keterlibatan semua pihak, untuk bisa menanganinya.

Seperti halnya diungkapkan Aang Subhan selaku Pekerja Sosial (Peksos) dari Kementrian Sosial RI, bahwa persoalan kasus berbasis gender tersebut, merupakan kasus yang membutuhkan penanganan khusus dan memerlukan keterlibatan semua unsur, untuk dapat ikut terlibat dalam penanganannya.

Baca Juga : Tingginya Kasus Kekerasan Seksual di Kabupaten Pandeglang

“Dalam hal ini, kami dari Peksos Kemensos RI, jelas tidak bisa kerja sendiri. Karena persoalan ini membutuhkan kerja sama semua pihak, baik itu masyarakat, tokoh agama, pemerintah, akademisi, komunitas, pengusaha dan media, atau biasa disebut pentahelix,” jelas Aang, Jumat 19 April 2024.

Dikatakannya juga, bahwa korban kekerasan gender, khususnya korban kekerasan seksual, seringkali menghadapi berbagai rintangan dalam mencari keadilan. Bahkan banyak dari korban, terkadang mengalami ketidakpercayaan dari lingkungan sekitar, maupun keluarganya sendiri.

“Ada beberapa faktor yang memperumit proses peradilan terkait kasus ini, mulai dari kurangnya bukti yang kuat, intimidasi dari pelaku, maupun kurangnya adanya dukungan sosial, baik dari lingkungan, ataupun keluarganya sendiri, karena berkaitan dengan norma sosial itu sendiri ” tambahnya.

Baca Juga : Aang Ahmed : Pandeglang Darurat Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Peksos Pendamping Rehabilitasi Sosial Kemensos RI ini pun, kembali menegaskan. Bahwa saat ini persoalan yang krusial dalam penanganan kasus kekerasan seksual tersebut, yakni persoalan paska penanganan kasus, khususnya terkait perlindungan terhadap korban.

“Selama ini kami selalu mendampingi korban, dari mulai proses pelaporan, penyidikan, sampai ke pengadilan, hingga adanya putusan hukum tetap terhadap pelaku. Sementara kita luput, paska pelaku selesai menjalani hukumannya, yang kemungkinan adanya dendam pelaku terhadap korban, sehingga kembali terjadi intimidasi, atau perbuatan kekerasan yang sama pada korban,” tegasnya.

Karena menurut Aang, dirinya sebagai Peksos yang menangani persoalan itu, memiliki keterbatasan SDM, bila harus mendampingi korban sampai benar-benar selamat dari persoalan lainnya, terlebih usai pelaku bebas dari masa tahanannya.

Baca Juga : Pelaku Kekerasan Seksual Anak Resmi Diberlakukan Hukuman Kebiri

“Persoalan yang terkadang kita lupakan, yakni paska pelaku bebas dari hukuman atas tindakannya terhadap korban. Dimana korban bisa saja kembali terancam, atau terintimidasi karena adanya rasa dendam si pelaku. Sementara kemampuan kita hanya bisa mendapingi korban sampai Reunifikasi, atau mengembalikan korban pada keluarganya, bila secara pisikis korban sudah dinilai membaik,” akunya.

“Maka itu, persoalan ini harus menjadi tanggung jawab kita semua, atau biasa disebut pentahelix. Karena korba kekerasan seksual setelah reunifikasi dari pendampingan kita, pengawasan dan pemulihan psikologinya, jauh lebih diperlukan dari dukungan lingkungan itu sendiri. Terlebih peran aktif pemerintah setempat, yang punya lembaga Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat, hingga ketingkat RT RW tersebut,” pungkasnya. (Adytia)

Berita Terkait