Oleh: Ade Ervin, Ketua Balawista Banten
“Sudah jatuh dan tertimpa tangga, saat mau berdiri ter-jerembab ke jurang pula“. Begitulah ungkapan yang disampaikan Ade Ervin, salah satu akademisi dan aktivis pariwisata yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Badan Keselamatan Pariwisata (Balawista) Provinsi Banten saat ditanya para wartawan melalui daring komunikasi.
Ervin menyampaikan saat ini kondisi pengembangan pariwisata Banten dalam kondisi kritis pasca ditetapkannya status kejadian luar biasa pandemi Covid-19 oleh pemerintah. Seperti kita ketahui bersama, saat ini seluruh komponen ekonomi negara dalam keadaan terpuruk, bukan hanya di Indonesia tapi hampir 210 negara di dunia.
Di indonesia sendiri Covid-19 sudah hampir menginfeksi masyarakat diberbagai daerah sehingga wajar kiranya pemerintah melakukan skala prioritas penanganan pandemi ini guna mempertahankan keberlangsungan hidup masyarakatnya. Namun kebijakan tersebut tentunya berdampak besar terhadap perilaku sosial hidup masyarakat dan keterpurukan ekonomi akhirnya tidak dapat dicegah.
Ketika kita berbicara Banten, jika dipetakan sebetulnya kita semua bisa melihat, sektor paling paling terdampak berat adalah sektor pariwisata, lalu sektor industri, sektor perdagangan, sektor pekerjaan umum seperti jasa dan angkutan dan lain-lain, dan yang paling relatif aman adalah sektor pertanian dan perikanan.
Dan pada kasus Covid-19 ini, bagi para pelaku wisata Banten adalah puncak dari segala cobaan. Karena sebenarnya sebelum Covid-19 pun pariwisata Banten sudah dirundung duka, diawali terjadinya musibah tsunami Selat Sunda 22 Desember 2018 hingga setahun berselang pemulihan kunjungan ke objek pariwisata Banten khususnya diempat kabupaten kota meliputi Kota Cilegon, Kabupaten Serang, Kabupataen Pandeglang dan Kabupaten Lebak, tidak pernah kembali normal. Maksimal hanya 35 persen dilibur Idulfitri 2019, hingga 01 Januari 2020 kembali lagi musibah terjadi yaitu longsor dan banjir bandang di Kabupaten Lebak yang akhirnya membuat kunjungan wisata makin menurun.
Hingga diposisi ini, pengembangan pariwisata Banten sudah mulai kritis namun masih bisa bernapas karena stimulus kegiatan dan dukungan pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata untuk kegiatan pengembangan pariwisata Banten masih berjalan. Hal ini terjadi karena Banten adalah salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) melalui KEK Tanjung Lesung, sudah barang pasti pemerintah pusat akan selalu membantu setiap kegiatan pariwisata di Banten tanpa terkecuali.
Hingga akhirnya hal buruk pun terjadi, pada triwulan pertama 2020 pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menghapus nama Provinsi Banten dari daftar sepuluh besar Kawasan Prioritas Nasional. Hal ini terjadi tentunya atas dasar segala pertimbangan pemerintah pusat. Dari kondisi tersebut, kita bisa melihat bahwa terjadi dan tidaknya kejadian luar biasa pandemi Covid-19 di Indonesia, pengembangan pariwisata di Provinsi Banten tetap dalam kondisi kurang baik karena berbagai dukungan pemerintah pusat akan tetap terhenti atau dikurangi.
Seperti yang disebutkan tadi, “Sudah jatuh dan tertimpa tangga, saat mau berdiri ter-jerembab ke jurang pula”, Covid-19 adalah puncak cobaan bagi para pelaku wisata Banten mulai dari pengusaha perhotelan, wisata umum, travel, tour guide dan para pekerjanya, hingga masyarakat pariwisata baik yang terlibat langsung dan tidaknya. Hampir seluruhnya terhenti, dan selama lebih dari satu bulan mereka mencoba bertahan dan berharap bantuan pemerintah pusat, akhirnya dua hari lalu saya mewakili mereka mencoba berkoordinasi dengan beberapa relasi di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Hal ini didasari pada situasi dimana para pelaku wisata melihat beberapa daerah seperti Provinsi Bali, Yogyakarta dan Jawa Barat sudah mendapatkan bantuan dari Kementerian Pariwisata. Pertanyaan sederhana, mengapa pelaku wisata Banten tidak? Hingga beberapa data diperlihatkan, ternyata tidak ada satu pun pengajuan/permohonan bantuan dari Pemerintah Provinsi Banten untuk para pelaku wisata kepada Kementerian Pariwisata. Akhirnya mungkin pemerintah pusat menganggap tidak terjadi apa-apa terhadap masyarakat pariwisata di Banten, sehingga jeritan hati mereka dianggap tak bersuara.
Dari kondisi tersebut, saya mewakili para pelaku wisata memohon kepada Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Pariwisata, ayo bangkit dan bantu para pelaku wisata Banten agar mereka bisa membangun kembali destinasinya. Jika pemerintah tidak membantu mereka, bagaimana mereka dapat membangun kembali pariwisata yang dahulu menjadi dambaan kita bersama?
Selain permohonan bantuan untuk pelaku wisata tersebut, Saya juga berharap kepada Pemerintah Provinsi Banten untuk segera membentuk Pusat Krisis Pariwisata Provinsi. Hal ini berguna bagi pemerintah provinsi dikala kondisi kepariwisataan terpuruk. Melalui Pusat Krisis Pariwisata ini lah dapat dilaksakanan kontijensi kedaruratan pariwisata. (*)