JAKARTA, BINGAR.ID – Kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk merekrut tenaga pengajar dan guru melalui formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada tahun 2021, mendapat penolakan dari Anggota Komisi X DPR RI Ali Zamroni.
Politisi Gerindra itu bahkan meminta pemerintah segera mencabut kebijakan tersebut karena dinilai tidak berpihak pada guru.
“Bagaimana bisa guru tidak dimasukan dalam formasi CPNS. Itu namanya zalim, jelas kami menolak adanya wacana penghapusan jalur CPNS bagi guru dalam seleksi ASN,” tegasnya, Selasa (5/1/2021).
Baca juga: Dunia Pendidikan di Pandeglang Bertumpu pada Guru Honorer
Menurut Ali, tenaga pengajar atau guru dituntut tak hanya dari kemampuan mengajar saja, tetapi juga mampu menjadi teladan dari sisi moral maupun spiritual. Standar tersebut tidak mungkin tercapai jika tak ada jaminan kesejahteraan maupun karier bagi para pendidik.
“Status PNS bagi guru harus dipandang sebagai upaya negara untuk menghadirkan jaminan kesejahteraan dan karir bagi para guru. Dengan demikian mereka bisa secara penuh mencurahkan hidup mereka untuk meningkatkan kemampuan mengajar dan menjadi teladan bagi peserta didik,” ujarnya.
Baca juga: Pemerintah Buka Kesempatan Guru Honorer Ikut Seleksi PPPK
Wakil rakyat dari Dapil Banten I itu menilai skema penerimaan tenaga pengajar melalui PPPK tak cocok untuk para guru. Skema itu, menurut Ali, setiap tahun harus dievaluasi dan bukan bentuk 100 persen solusi untuk para guru honorer saat ini.
“Jika saat ini ada rencana rekrutmen sejuta guru honorer dengan skema PPPK harus dibaca sebagai upaya terobosan perbaikan nasib bagi jutaan guru honorer yang lama terkatung-katung nasibnya karena tak kunjung diangkat sebagai PNS oleh negara. Jadi jangan hal itu dijadikan legitimasi untuk menutup pintu jalur PNS bagi guru. Semua ada konteksnya tidak bisa semena-mena dicampur aduk seperti ini,” sebutnya.
Baca juga: Kompetensi Digital pada Guru Perlu Ditingkatkan
Pria kelahiran Tegal itu melanjutkan bahwa output guru bukan produk atau dokumen yang bisa diukur secara matematis. Melainkan skill sekaligus karakter dari peserta didik.
“Jika mereka dengan mudah diambil dan dibuang karena status kontrak, bisa dibayangkan bagaimana output peserta didik kita di masa depan,” sambungnya. (Aditya/Red).