Golok, Pusaka Raja Yang Terlupakan

Golok, Pusaka Raja Yang Terlupakan

Ki Kumbang sedang memberikan paparan tentang golok (Foto: Ishana/Bingar)

SERANG, BINGAR.ID – Di masa kini, salah satu senjata tajam yang banyak dipergunakan oleh masyarakat suku Sunda adalah golok. Mayoritas mereka menggunakan golok untuk keperluan pertanian dan perkebunan. Padahal, sejatinya, di masa lalu golok adalah salah satu senjata raja -raja di tanah Pasundan. Bukan sekedar senjata, tapi menjadi pusaka.

“Kitab Sanghyang Siksakanda Ng Karesian itu dibuat pada masa pemerintahan Prabu Jayadewata atau Sri Baduga Maharaja sekitar tahun 1518 Masehi. Tujuan pembuatan kitab adalah untuk pedoman hidup masyarakat Sunda. Nah dalam kitab itu disebutnya sejumlah senjata yang khusus dipergunakan oleh raja. Diantaranya adalah pedang, abet atau pecut, pamuk, golok, peso tendeut, dan keris,” ujar pengarang buku “The Golok” Ariyanto yang ditemui bingar.id di Gedung Museum Banten, Kamis (29/10/2020) lalu.

Baca juga: Bubur Syuro, Makanan Khas Banten yang Sarat Makna Tauhid

Atas dasar itu, menurut lelaki yang dikenal sebagai Ki Kumbang itu, kita bisa mengetahui bahwa selama ini ada kesalahan persepsi tentang golok di masyarakat. Golok, menurut dia bukanlah senjata tajam biasa karena golok adalah senjata pusaka yang sarat dengan filosofi kehidupan di seluruh bagiannya.

Proses pencucian atau jamasan pada golok pusaka menggunakan jeruk nipis dan air kelapa hijau (Ishana)

Ia kemudian mencontohkan, pada bagian gagang atau bisa disebut hulu atau perah, tak bisa dibuat sembarangan. Para empu golok akan menyesuaikan gagang golok dengan siapa yang akan menggunakannya. Untuk golok pusaka biaasanya bahan perahnya dibuat dari tanduk kerbau atau domba, kayu nagasari, kayu asam jawa, kayu johar, kayu sawo, kayu gadog atau ki maung, atau kayu ki julang atau puspa.

Selain itu, gagang golok pusaka juga umum dibuat dari gading gajah sebagai simbol kemewahan. Bahkan tak cukup disitu, para empu golok juga akan menyesuaikan jenis ukiran gagang golok dengan pemakai goloknya.

“Salah satu contohnya, gagang bermotif Butha Torek adalah gagang golok pusaka yang biasanya dipergunakan oleh raja atau pemimpin. Ciri khasnya adalah gagangnya berbentuk seperti kepala raksasa yang berhidung bangir, memiliki caling atau gigi taring, alis yang melengkung dan tak memiliki telinga sehingga disebut torek atau tuli dalam bahasa Indonesia. Gagang jenis ini menyimbolkan bahwa saat menjalani amanah jabatan, seorang raja atau pemimpin harus bisa bersikap tuli terhadap bisikan nafsu dan lebih mengedepankan hati nurani,“ terang Ki Kumbang.

Ki Kumbang memegang buku karyanya yaitu The Golok dan terjemahan kita Sanghyang Siksakanda Ng Karesian (Ishana)

Lalu, bagian bilah golok juga filosofinya sama. Harus disesuaikan dengan siapa yang akan memakainya. Karena tak semua orang cocok dengan pamor atau motif pada bilah golok serta bentuk bilahnya. Salah satu contohnya adalah jenis bilah Salam Nunggal yang memiliki ciri sederhana dan hampir lurus atau diameter bilahnya sama dari pangkal hingga ujung bilahnya dan kemudian serta sedikit melengkung pada ujung golok.

Bilah jenis ini memiliki filosofi tauhid atau Ke Maha Esaan Allah karena salam artinya selamat sedangkan nunggal artinya tunggal atau esa. Oleh karena itu, yang memegang golok dengan bilah model ini biasanya ulama-ulama.Golok dengan jenis bilah Salam Nunggal banyak ditemui di Banten.

“Oh ya pada bagian golok juga kita harus memperhatikan pamor atau corak  alami yang timbul akibat proses peleburan aneka jenis logam dan penempaan saat proses pembuatan golok. Pamor ini tak bisa sembarangan karena tak semua orang cocok dengan pamor golok tertentu. Contohnya, pamor Raja Abal Raja yang cirinya adalah pada bilah muncul garis garis bergelombang tajam dan membentuk sudut mirip jejeran bukit atau gunung. Pamor ini mirip dengan pamor Ujung Gunung dan dipercaya secara mistis bisa membuat si pemakai goloknya memiliki kewibawaan, kekuasaan, pendirian yang kuat serta ditakuti musuh,” katanya.

Baca juga: Tradisi Pernikahan Ala Padarincang

Terakhir, bagian golok yang menarik adalah tempat atau sarung golok atau biasa disebut sarangka/warangka. Tak sekedar pelengkap, sarangka juga dibuat secara khusus dan untuk golok pusaka dihias dengan berbagai ukiran atau diberi bahan tambahan dari logam. Oleh karena itu, selain kayu, bagian ini juga dibuat dari perak, kuningan, tanduk kerbau, tanduk domba.

Ia berharap, kedepan tak ada lagi masyarakat memandang golok sebagai senjata tajam biasa. Karena golok adalah senjata khusus yang biasanya hanya dipergunakan oleh raja dan dalam proses pembuatannya dibuat oleh orang orang khusus yang digelari dengan sebutan empu. Bahkan saking pentingnya peran golok, di Banten secara khusus ada aneka jurus pencak silat yang gerakannya dipadukan dan disesuaikan dengan golok sebagai senjata utama. (Ishana/Red)

Berita Terkait

No Content Available

Berita Terkait

No Content Available

Berita Terbaru